tag:blogger.com,1999:blog-90795421874805210562024-03-04T23:11:43.670-08:00SUARAHIMSAsebuah alternatif space yang masih mungkin di antara terpaan pola pikir mainstream, konvensional,legal-formal dan segala basa - basi yang menyertainya. Another World is Possiblesuarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-56895837807039457262009-05-29T11:19:00.000-07:002009-05-28T21:18:50.477-07:00Menghibur Diri Sampai Mati<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyAKzo4dnogXjo8mhQSmJc9DzK_swyKcc2Kwr6F3LzE6Q_j5kzgFqPP_qIGVV06WtGK1LoZ-qtPC0OU3E76fo4MgMk73LtSXGbSgwfggd92AC1O0Iu2YWbfQeYakjDPDnc6H5dezCYkwUX/s1600-h/aftermath_by_cryingsorceress.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyAKzo4dnogXjo8mhQSmJc9DzK_swyKcc2Kwr6F3LzE6Q_j5kzgFqPP_qIGVV06WtGK1LoZ-qtPC0OU3E76fo4MgMk73LtSXGbSgwfggd92AC1O0Iu2YWbfQeYakjDPDnc6H5dezCYkwUX/s320/aftermath_by_cryingsorceress.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5136785323111757202" border="0" /></a><div style="text-align: justify;"> Hampir tiap hari, tayangan hiburan kelas teri selalu menghiasi pertelevisian kita. Pagi-pagi, setelah kita menyaksikan siaran berita untuk mengetahui kejadian terkini di ranah regional,nasional dan global, lha kok tanpa jeda (kecuali iklan) langsung disambut dengan infotainment, yang selalu up to date dengan info-info seputar kehidupan selebritis di negara ini. Panggung hiburan memang tak pernah sepi. Tiap hari, tayangan ini selalu muncul dengan kemasan yang glamour sekaligus merakyat, mencoba menyapa pemirsa televisi Indonesia. Mulai dari percekcokan rumah tangga Ahmad Dhani, Roy Marten yang kembali ditanggap gara-gara narkoba, hingga masalah sepele, seperti koleksi parfum mas Marcell Chandrawinata. Urusan sekecil itu,dalam bisnis hiburan merupakan ‘berita’ yang berdaya jual. Kadang saya merasa sangat dibodohkan dengan mau mencermati urusan bau ketek mas Marcell yang coba diatasi dengan koleksi parfumnya itu..<br /><br /> Tanpa henti para produser acara-acara seperti ini terus mengembangkan inovasinya dalam hal keakuratan pemberitaan. Mereka mencoba menampilkan berita-berita paling handal untuk dijadikan referensi untuk nggosip. Padahal, pada kenyataannya untuk mendapatkan materi liputan tidaklah terlalu sulit. Cerita dan drama mengenai manusia tidak akan ada habis-habisnya. Sudah seperti melekat pada kebanyakan manusia, bahwa mereka suka gosip. Sementara kehidupan sehari-hari masyarakat kontemporer ini, yang dibentuk oleh konstruksi citra, image, perburuan pada hal-hal sepele, telah melahirkan drama kehidupan yang tak kalah seru dibanding sinetron-sinetron yang dibintangi oleh para artis itu sendiri.<br />Korban terbesar adalah ibu-ibu rumahtangga yang tercekam perhatiannya, sambil mereka menyeterika atau memasak di dapur atau momong bayi atau ngemil di kasur, menikmati gosip selingkuh di kalangan artis, kawin-cerai mereka, bertengkar dengan keluarga, lha wong bangun tidur pun seorang artis jadi berita. Serbuan tampilan visual ini bersinergi dengan ke-emoh-an masyarakat untuk berpikir kritis. Media yang seharusnya mempunyai fungsi sebagai sarana civic education menjadi lenyap, ketika logika rating mengambil alih semuanya.<br /><br /> Angka -angka kuantitatif yang dihasilkan people meter tampaknya menjadi tolok ukur yang disucikan dan menjadi acuan bisnis televisi. Apabila rating tinggi, maka secara otomatis pengiklan akan berbondong-bondong memasang iklannya pada acara yang dibilang prime time itu. Sepertinya, cukong-cukong bisnis TV ini punya pemikiran : Gak usah susah-susah bikin acara berkualitas apalagi berbiaya mahal, bikin yang kelas teri aja ratingnya bisa tinggi, ngapain repot ? Dengan begitu kantong uang terisi dan kekayaan terakumulasi. Kualitas acara hanya dirangkum dengan angka-angka, yang keakuratannya tidak jelas,karena selama ini perusahaan media research yang ternama cuma itu saja dan tanpa audit dari lembaga publik independent. Prinsip kerjanya ya tau sama taulah. Kalo misalnya minggu ini sebuah acara di stasiun TV A mendapat rating tinggi, maka minggu berikutnya yang kebagian jatah rating tinggi adalah acara di stasiun TV B. Jadi kesannya kayak trofi bergilir…kayak gini kok ya dijadikan acuan…how come?<br /><br /> Kenyamanan dan kursi hiburan yang digelontorkan oleh media massa seakan - akan membuat orang modern menjadi malas. Kegairahan berpikir manusia modern jadi mandul, karena otak telah terstimulasi oleh sajian-sajian rekreatif seperti musik,film,fashion,tempat hiburan dan kecanggihan teknologi yang terus meninabobokan. Seandainya tidak ada biro-biro iklan yang dengan cekatan mampu membidik orang-orang dengan energi kreatif pada kisaran usia antara 15-30 tahun, pasti akan lain ceritanya. Pasti orang-orang muda ini mampu menciptakan gerakan tandingan anti-konsumerisme seperti The Space Hijackers di Inggris sana (penasaran khan, coba sampeyan browse sendiri..he.he) Coba sampeyan bayangkan saja, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, ada puluhan jenis produk hiburan yang bisa kita temukan dalam kotak televisi, area hotspot yang menjadikan koneksi internet menjadi gratis,belum di kotak pemutar musik I-Pod, fasilitas Handphone 3.5G dan artefak-artefak lain yang so called gadget mutakhir. Tanpa kita sadari, kita telah masuk dalam sebuah ranah yang saya sebut Disneyland In My Gadget.he.he.<br /><br /> Dengan alat-alat inilah para manusia posmodern mampu menciptakan private space senyaman ruang pribadi di rumah dalam mengakses hiburan. Tampaknya para produsen alat-alat canggih ini telah menyewa seorang futurolog yang mampu memprediksikan kebutuhan akan hiburan manusia-manusia canggih ini. Orang yang tak suka dengan tantangan intelektual yang serius, atau malas memikirkan gagasan-gagasan yang tak biasa, atau sudah merasa nyaman dengan apa yang ada, menjadi sasaran empuk para produsen-produsen hiburan. Tak bisa dipungkiri, saya terdaftar dalam rombongan orang-orang itu. Bagaimana dengan sampeyan?he.he.he.<br /><br /> Dunia hiburan seolah-olah mempunyai kekuasaan simbolik. Kekuasaan simbolik inilah yang kemudian muncul dalam ikon-ikon seperti I-Pod, MTV, Mc Donald, Hollywood, YouTube, Sinetron, Infotainment dan produk-produk hiburan lain. Menurut Pierre Bourdieu, kekuasaan simbolik adalah kekuasaan yang dapat dikenali dari tujuannya memperoleh pengakuan. Artinya,sebuah kekuasaan yang memiliki kemampuan untuk tidak dapat dikenali bentuk aslinya, kekerasannya dan kesewenang-wenangannya. Untuk mempertahankan dominasinya, kekuasaan simbolik sering menggunakan bentuk-bentuk lain yang lebih halus agar tidak dikenali,inilah yang membuat kelompok yang terdominasi sering merasa tidak keberatan untuk masuk ke dalam sebuah lingkaran dominasi. Dari pembahasan diatas dapat dilihat bahwa beberapa masalah yang mengikis kekritisan berpikir masyarakat adalah represi pemikiran yang menyebabkan hegemoni pelaku bisnis dan negara terhadap warga masyarakat. Kesadaran kritis masyarakat harus diciptakan agar dapat meproduksi sebuah pemikiran ”dua arah” terhadap sebuah informasi yang bersifat doktrinal sampai hegemonis.<br /><br /> Image - image yang bertebaran dalam dunia hiburan itu seolah-olah menjawab keinginan kita akan sebuah dunia tanpa keluhan. Image itu tampil berwarna-warni, membuat mata sejuk, hati senang dan perut kenyang. Sayangnya, secara tak sadar kita terjebak dan bahkan kecanduan untuk menghibur diri kita terus menerus. Apabila kita sudah sampai pada tahap dimana kita rela meluangkan waktu untuk berlama-lama di depan layar TV, menikmati masakan-masakan dengan logo yang sudah mengglobal, pergi berbelanja sampai kaki pegal dan tagihan kartu kredit membengkak, memanjakan diri pergi ke spa dan salon kecantikan atas nama gaya hidup metroseksual dan trendy, maka secara tidak langsung kita dikuasai oleh penguasa baru bernama “imperium kebudayaan pop”. Bentuknya ya hiburan-hiburan yang sangat akrab dengan keseharian kita. Ah, ngapain berpikir kritis, sudah ada yang mau memikirkan masalah-masalah pelik di negeri ini…mending nonton Infotainment yang isinya parodi-parodi konyol manusia pada jaman serba cepat dan borderless ini…sepertinya magnum opus-nya Neil Postman, tepat bila saya jadikan judul tulisan ini : Amusing Ourself To Death. <br /><br /><br /></div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-61259283501560233242009-05-28T21:10:00.000-07:002009-05-28T21:16:55.158-07:00Women Fashion<div style="text-align: justify;">Fashion is a term so popular today that I found no reason to explain it to you. So let's come to the point. Whenever we talk about fashion, the first image that flashes in our mind is the image of a woman. Indeed, they are women alone who are most closely associated with fashion. However, in today's world, men are also not in isolation from fashion. But, studies reveal that the craving for fashion is much intense in women than anyone else. Women nowadays are more particular than men when it comes to <a href="http://www.shopwiki.com/wiki/Womens+Fashion+Trends">fashion</a>. That is why women’s boutiques are more common than men’s in every city. Every woman likes to plan their social outings around their outfit, attire and accessories. They spend a lot of time and money searching for the boutique that will have the dress that is simply perfect for them. Women are very fussy when it comes to what they wear. They won’t usually wear what is not in style; they would always be updated with the fashion trend. And with the trend shifting almost every year, so do the variety of clothes that women buy. So every boutique and fashion clothing store should always be well-run with the changes in style and trends so that they will not be left behind in the business.<br /><br />These days, you can see an increasing desire to go green. Many superstars take great pride in showcasing their eco-fashion clothes. Others have even resorted to shocking advertisements in order to draw attention to the exploitation of animals in producing fashionable clothes. With all the negativity associated with it, fashion, as we knew it, is slowly undergoing a revolution. Many upscale retailers are also happy to house these products. That is why many designers are producing striking designs, styles and colors in <a href="http://www.shopwiki.com/wiki/Eco-Fashion">eco-friendly clothes</a>. With all this activity, the emerging green ‘belt’ of the world is undoubtedly catching the attention of many, many people.<br /><br />Always remember that it is not at all easy to buy women's fashion and accessories in a short span of time. Lot of devotion is required to choose everything matching for a woman, as this helps to further brighten the beauty of a woman. Choosing <a href="http://www.shopwiki.com/wiki/Style+Resources+for+Women">women's fashion</a> accessories designed by some of the well known and talented designers can surely make women feel on the top of this world. If you want to see the special women of your life dressed with beautiful accessories then buy some exclusive accessories for her. Look for traditional and contemporary accessories, as both look fantastic once women wear them.<br /><br /><a href="http://www.shopwiki.com/wiki/Accessories">Online Shopping</a> could never be more systematic and easy. After you find the product you want to buy, we provide you with exact Item details like designer, fabric details, size info, shipping, and easy returns info. Always having a fantastic appearance is not the only criteria to judge a person, but it is surely one that is most practiced. Business skills and experience count, but so does your dressing sense. Happy shopping.<br /></div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-34030595955892489492008-09-12T06:55:00.000-07:002008-09-12T07:13:48.444-07:00Fenomena Mudik<span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQsfgzvF9nSSsbkvz4XMsr9-5ID4ezLoz9mCKjgBs4OMjaCmJRKqQVV6QqvsaAlqEZhDDAlWspqso6DFpOOpHVqcy_L7E2cPAtbwG1anoRlCFcdkFSIsOZA0qUT_MNQaZpGATeVUC1QvlV/s1600-h/walking_school_bus_c.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQsfgzvF9nSSsbkvz4XMsr9-5ID4ezLoz9mCKjgBs4OMjaCmJRKqQVV6QqvsaAlqEZhDDAlWspqso6DFpOOpHVqcy_L7E2cPAtbwG1anoRlCFcdkFSIsOZA0qUT_MNQaZpGATeVUC1QvlV/s400/walking_school_bus_c.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5245136788455809122" border="0" /></a><br /></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > Dalam waktu dekat ini, penduduk di kota-kota besar akan berbondong-bondong pulang ke kampung halamannya masing-masing untuk menyambut dan merayakan hari raya Idul Fitri. Saat akhir Ramadan alias menjelang Idulfitri masyarakat kita selalu melakukan tradisi mudik Lebaran. Tradisi mudik ini menarik untuk kita cermati. Mudik menjadi identitas dan agenda tahunan yang lekat dengan kita. Lantas mengapa masyarakat tetap rela bersusah-susah diri menjalankan tradisi ini? Fenomena tersebut memperlihatkan betapa kuatnya hubungan batin antara penduduk yang hidup di </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >kota</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > dengan penduduk di desa, walaupun telah ratusan hari atau tahunan berpisah. Budaya mudik Lebaran tetap saja lestari.<o:p></o:p><span style=""> <br /></span> Kerinduan akan nilai-nilai lokal, kekhasan, dan sejarah masa lalu yang hanya diperoleh di kampung halaman, yang seolah mengharuskan masyarakat untuk mudik. Segala hambatan dan keluh-kesah selama perjalanan mudik seolah lunas terbayar begitu sampai di kampung halaman dan bertemu orang tua, keluarga dan kerabat dekat. Romantisme yang begitu dirindukan masyarakat yang merantau inilah yang mendasari keinginan untuk mudik.Romantisme terhadap tanah leluhur itu akhirnya menjadi pemaknaan yang artikulatif dalam Sehingga, mudik ke tanah leluhur bisa jadi wajib hukumnya. Tidak heran jika suku-suku perantau itu mempersiapkannya jauh-jauh hari dengan menyisihkan pendapatan untuk biaya mudik. Bahkan, muncul anggapan mereka bekerja setahun penuh hanya demi mengumpulkan uang untuk mudik Lebaran.<o:p></o:p><br /><span style=""> </span>Di kampung halaman, biasanya masyarakat rantau yang mudik berbagi cerita kehidupan masing-masing. Menceritakan kisahnya selama dalam perantauan. Agar dicap sukses, mereka menampilkan perubahan </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >gaya</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > hidup (life style). Persoalannya, jumlah penduduk yang mudik dari tahun ke tahun semakin bertambah.Mereka seolah ingin menunjukkan hasil jerih payah selama bekerja di tanah rantau kepada orang yang masih di kampung. Sehingga, mereka berharap pujian meluncur dari mulut-mulut orang kampung bahwa tak sia-sia mereka merantau meninggalkan orang-orang tercinta.Yang perempuan menunjukkan suaminya yang ganteng. Begitu pun yang laki-laki menunjukkan istrinya yang cantik. </span><span style="font-size:100%;"><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Para</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > keluarga rantau menunjukkan anak-anaknya gaul, berpakaian modis, dan berbahasa lu-gue seperti dilihat orang kampung di sinetron televisi.Perubahan </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >gaya</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > hidup ini di-setting sedemikian rupa agar orang kampung mencitrakan mereka sebagai orang yang berhasil. <o:p></o:p><br /> Fenomena mudik ini ironisnya memperlihatkan ketimpangan dalam pelaksanaan dan hasil pembangunan nasional. Penduduk desa tidak memperoleh fasilitas sekolah atau lapangan pekerjaan hingga akhirnya mereka pergi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh pendidikan atau lapangan pekerjaan baru.Hal ini secara jelas memperlihatkan adanya kegagalan daerah dalam menampung dan memenuhi kebutuhan penduduknya.<span style=""> </span>Kebijakan pembangunan pusat-pusat perekonomian hanya berpusat di kota-kota besar seperti </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Jakarta</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >, </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Surabaya</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >, </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Bandung</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >. </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Medan</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >, dan </span><span style="font-size:100%;"><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >Makassar</span></st1:place></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > telah sangat berhasil menyedot penduduk desa pergi ke </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >kota</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >. Mereka rela hidup di </span><span style="font-size:100%;"><st1:city><st1:place><span style=";font-family:Arial;" >kota</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun hanya untuk "berjudi" dengan masa depan hidup mereka sendiri dan keluarga.<o:p></o:p><br /> Karena itulah, jangan terlalu heran jika wajah para pekerja atau perantau dihiasi dengan kegembiraan ketika momentum mudik Lebaran tiba. Ketika mereka sampai di kampung halamannya, rasa syukur mereka diperlihatkan dengan beragam simbol dan pernak-pernik Lebaran. Mulai dari menu hidangan, pakaian baru, hingga ucapan selamat hari raya. Perayaan yang berlebihan mengakibatkan kaburnya makna substansial Lebaran. Lebaran hanya dimaknai sebatas sebagai ajang suka-suka dan berfoya-foya dengan menampilkan diri semegah mungkin.<o:p></o:p><br /> Lebaran akan tampak sangat kontras apabila kita lihat dari sudut pandang kalangan elit. Bagi kalangan elite, mudik Lebaran dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai ajang bersilaturahim dengan sanak keluarga dan untuk rekreasi setelah lama bekerja. Begitu juga bagi kalangan akar rumput, tetapi dengan beberapa perbedaan tingkat kepuasan. Kalangan elite tidak perlu repot-repot antre dan bersesak-sesakan, sedangkan kalangan grass roots harus sabar menunggu giliran. Menginap di terminal atau di stasiun pun ditempuh untuk bisa mudik. Selamat menikmati ritual tahunan yang sangat seru ini. <o:p></o:p></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-47232072803526691802008-09-05T09:52:00.000-07:002008-09-05T09:59:00.217-07:00Mbok ya puasa dulu to pak....<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq37T7whbfp6aM0RZ23iDAvktt6t3WcFD6dw7_u7dHcL-XKn6-VZdK_AhSbZDq437nQc-vwPdViBrtDejm9_uG-NzOtienM405tnAgrqY3t113G4VaRyFAJjcNAKCG_EexWLKWB6PGcPc9/s1600-h/t-no-rats-metal.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq37T7whbfp6aM0RZ23iDAvktt6t3WcFD6dw7_u7dHcL-XKn6-VZdK_AhSbZDq437nQc-vwPdViBrtDejm9_uG-NzOtienM405tnAgrqY3t113G4VaRyFAJjcNAKCG_EexWLKWB6PGcPc9/s400/t-no-rats-metal.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5242582731515888962" border="0" /></a><br /> Seseorang yang dituduh korupsi, melakukan penyuapan, masih bisa tampil di sidang dengan dandanan menor, senyum sana-sini, dan dari balik penjara bisa mengatur perkara. Ini karena tidak ada efek jera dari koruptor.Ketika guru menyatakan bahwa korupsi itu haram dan melawan hukum, tetapi apa yang dilihat oleh anak-anak dalam praktik kehidupan sehari-hari? Ya, mereka bisa dengan mudah menyaksikan dengan mata telanjang betapa nikmatnya hidup menjadi koruptor. Hukum menjadi tak berdaya untuk menjerat mereka. Bahkan, mereka bisa bebas melenggang pamer kekayaan di tengah-tengah jutaan rakyat yang menderita dan terlunta-lunta akibat kemiskinan yang menggorok lehernya. Ironisnya, tidak sedikit koruptor yang justru merasa bangga ketika mereka bisa mempermainkan hukum. Jika keadaan mendesak, mereka bisa pasang jurus “sakit pura-pura”. Ketika guru mengajak anak-anak untuk melestarikan dan mencintai lingkungan hidup, apa yang mereka saksikan? Ya, para pembalak dan preman-preman hutan ternyata juga sama saja alias sami mawon.<br /> Hukum seolah-olah telah lumpuh dan tak sanggup menjamah mereka. sebab selama ini para koruptor justru bisa nampang dan senyum-senyum di depan kamera. Hal ini memunculkan image (citra) di depan masyarakat bahwa koruptor itu masih bisa bersenang-senang.Yang membuat prihatin, para koruptor tampil perlente, menor, dan membuat citra koruptor masih bisa tebar-tebar senyum.Semoga saja dengan diberi pakaian khusus, para koruptor akan menjadi malu. Rasa malu ini sangat penting untuk menghilangkan korupsi.Korupsi adalah kasus amat terencana, rapi, dan sistematis dan sering dilakukan oleh orang-orang terpelajar.Sama halnya dengan tikus, koruptor harus diberantas. Ia amat merusak dan membahayakan kehidupan kita berbangsa. Namun, menangkap koruptor amatlah sulit. Terlebih manakala korupsi sudah pula menjadi praktik keseharian aparat peradilan.Mafia peradilanlah yang justru mengatur alur penyelewengan hukum agar para koruptor terlepas dari jerat-jerat keadilan. Mafia peradilanlah, dengan para koruptor, yang akhirnya melahirkan mafia koruptor. Maka, diperlukan inisiatif cerdas dan tegas untuk mendobrak kesolidan mafia koruptor. Inisiatif itu harus disusun terencana, rapi, sistematis, dan pada akhirnya menjebak agar sang tikus koruptor tidak berkutik.<br /> Nilai-nilai luhur hakiki yang disemaikan di sekolah benar-benar harus berhadapan dengan berbagai “penyakit sosial” yang telah berhamburan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.Lha terus gimana? Haruskah kita sebagai orang dewasa ikut-ikutan bersikap permisif dan membiarkan anak-anak larut dalam imaji amoral dan anomali sosial seperti yang mereka saksikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat? Haruskah gambaran tentang citra koruptor dan pembalak hutan yang hidup bebas dan lolos dari jeratan hukum itu kita biarkan terus berkembang dalam imajinasi anak-anak bangsa negeri ini? Gampangnya kata, haruskah anak-anak kita biarkan bermimpi dan bercita-cita menjadi koruptor dan pembalak hutan?<br /> Dihukum susah, dipermalukan susah, diapakan ya enaknya? Mudah-mudahan di bulan ini muncul kesadaran dan keikhlasan yang mendalam terhadap makna puasa yang akan menjadikan seseorang tidak berani melakukan korupsi. Puasa dapat menjadi awal mula pemberantasan korupsi. Dengan tidak melakukan korupsi selama sebulan, diharapkan menumbuhkan kesadaran agar tak melakukannya di bulan lain.Apakah puasa benar-benar bisa menghilangkan “keberanian” para pejabat untuk melakukan korupsi?Kalau puasa yang mereka laksanakan benar-benar ikhlas, mungkin ada harapan korupsi akan terentaskan. Akan tetapi, kalau mereka berpuasa asal-asalan saja, tidak akan mengubah watak mereka yang sudah terjangkiti “keberanian” untuk melakukan tindak korupsi.suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-41973220125418554662008-06-08T19:50:00.000-07:002008-06-08T19:55:51.118-07:00INTROSPEKSI<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVr8IR9fgo7IHDDKepd3WQovUZgCbYw2ni8O2qrAzIjF37QM7zp9tQk_PgnLEi5c6unsCZDf3KTVuVrropM8dGDgZY-Xw1mxxj6-mjS9YhSohC_tCeTaFuIwQGaOC9PNANIzTyyJ8H3Vzb/s1600-h/posting.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVr8IR9fgo7IHDDKepd3WQovUZgCbYw2ni8O2qrAzIjF37QM7zp9tQk_PgnLEi5c6unsCZDf3KTVuVrropM8dGDgZY-Xw1mxxj6-mjS9YhSohC_tCeTaFuIwQGaOC9PNANIzTyyJ8H3Vzb/s400/posting.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5209709810622153506" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Imaji akan keberadaan sebuah sejarah penciptaan membuat saya mempertanyakan kakekat manusia. Untuk apa saya dan sampeyan ada di <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region> ? Apa kita sekonyong-konyong muncul begitu saja menjadi manusia <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>? Kalau menurut sejarah, nenek moyang kita ini berasal dari <st1:place><st1:city>Yunan</st1:city>, <st1:country-region>China</st1:country-region></st1:place> selatan. Ngga usah berpikir terlalu jauh sampai membenturkan teori <st1:city><st1:place>Darwin</st1:place></st1:city> dengan sejarah manusia menurut agama formal. Ah, pertanyaan saya yang ngawur ini jangan terlalu ditanggapi. Saya dan sampeyan adalah manusia <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>, saya dalam kondisi sadar memahami bahwa saya adalah manusia <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Apa yang saya lakukan selama ini tetap menggunakan jati diri manusia <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Predikat ini kalau saya sadari membuat saya bangga. Bukannya saya sok nasionalis tetapi saya coba menempatkan diri di lingkungan geografis <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Saat ini saya sedang berada di bawah otoritas pemerintahan SBY-JK, sebagai warga negara atau rakyat yang saat ini sedang ‘menikmati’ harga bensin yang baru.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Rentetan peristiwa yang terjadi selama satu minngu ini membuat saya tegang, seperti nonton film action. Dimulai dengan insiden monas yang efeknya terus menggelinding seperti bola salju yang semakin besar dan menimbulkan empati publik. Publik menuntut agar FPI dibubarkan, pemerintah melalui aparat kepolisian ‘bertindak’ walau terlambat, untuk menjemput paksa anggota <span style=""> </span>FPI bersama dengan ketuanya. Reaksi pro-kontra muncul pasca insiden monas, konflik horizontal antar sesama anak bangsa mungkin akan pecah. Tetapi kita berharap tidak demikian jadinya. Integritas nasional harus tetap dipertahankan di atas segala perbedaan. Kejadian-kejadian yang sudah didekonstruksi oleh televisi maupun media cetak itu mencuri perhatian saya dari kenaikan BBM. Beberapa pakar politik menyebut insiden monas sebagai ‘pengalihan isu’, jadi insiden itu bisa saja terjadi karena direncanakan. Ah, ada-ada saja ya…buktinya mana pak?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Melihat, mengamati lalu merasakan fenomena yang terjadi selama sepekan itu membuat saya ingin merenung. Diam, pikiran kemana-mana, bertanya pada diri sendiri, menjawab sendiri pertanyaan yang terngiang-ngiang selama ini. Saya lama sekali tidak merenung. Hiruk-pikuknya dunia, mobilitas orang-orang urban kontemporer yang selalu berkejaran dengan waktu, membuat saya lupa untuk merenung. Kalau menurut mbak Dewi Lestari, waktu yang paling nyaman untuk merenung adalah ketika kita gosok gigi. Yang ada cuma suara gesekan sikat dengan gigi, hiruk-pikuknya dunia di luar <st1:city><st1:place>sana</st1:place></st1:city> sama sekali tidak terdengar. Mulut terasa dingin karena pasta gigi dengan aroma mint, tak mampu berkata-kata. Pikiran kemana-mana, mulai menata ulang hari yang baru saja kita lewati.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Saya mulai menggugat kenyamanan berpikir. Selama ini saya berpikir : “Mikir yang nyata-nyata saja susah kok, ngapain sok mikir yang abstrak?”. Lha inilah yang disebut orang dengan berfilsafat. Mempertanyakan segala hal di luar kebenaran yang sudah menjadi konvensi publik. Plato mengatakan bahwa dunia sesungguhnya adalah dunia ide yang berisikan bentuk-bentuk ideal sebagai prototipe dunia empirik. Argumen itu ditolak muridnya, Aristoteles, yang mengatakan bahwa dunia empirik adalah kenyataan sesungguhnya dimana bentuk-bentuk ideal (esensi) tidak terlepas darinya. Walaupun Plato dan Aristoteles memiliki penjelasan yang berbeda tentang dunia sesunguhnya, mereka sepakat bahwa dunia sesungguhnya adalah tujuan aktivitas intelektual manusia. Saya lalu mencoba mengarungi medium yang penuh dengan centang-perenang makna Wah…rasanya seperti melambung tinggi…terlontar dari bangku taman. Ini yang membuat saya terlontar : ketika tatanan ekonomi dunia menyeret <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region> pada sebuah logika pasar, apa yang ‘akan’ bisa kita lakukan ?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Ngomong-omang soal harga minyak dunia, sampai jumat kemaren (6/6) mencatat harga simultan. Lonjakan harga ini disebabkan adanya kekhawatiran akan munculnya konflik baru di timur tengah, menyusul komentar seorang pejabat tinggi <st1:country-region><st1:place>Israel</st1:place></st1:country-region> tentang serangan ke <st1:country-region><st1:place>Iran</st1:place></st1:country-region>. Sampeyan perlu tau, minyak jenis <i style="">light sweet</i> meningkat 10,75 dollar AS per barrel dan ditutup pada 138,54 dollar AS per barrel. Kenaikan ini dipicu melemahnya dollar AS setelah bank sentral Eropa menikkan suku bunga. Keaadaan ini diperparah dengan ungkapan wakil perdana menteri Israel Shaul Mofaz yang menegaskan akan menyerang <st1:country-region><st1:place>Iran</st1:place></st1:country-region> apabila tidak menghentikan program nuklirnya. Harga minyak dunia memang sedang melonjak. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi kita, manusia <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Selama ini pemerintah merasa masa bodoh dengan subsidi yang salah sasaran. Apa sampeyan rela, orang-orang yang punya mobil SUV ikut merayakan subsidi premium ? Apa sampeyan rela, orang yang tinggal kentut saja duitnya keluar, tetap mendapatkan subsidi ?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Fenomena yang jelas terjadi adalah orang-orang yang tidak masuk dalam kategori miskin masih menikmati subsidi BBM. Sebagian besar subsidi tersebut salah arah. Subsidi itu seharusnya murni diberikan kepada mereka yang untuk bertahan hidup saja susah. Sedangkan bagi pemilik mobil pribadi atau milik instansi pemerintah, pajaknya dinaikkan saja sampe 500 persen, misalnya. Jika kita anggap pajak 100 persen<span style=""> </span>itu masuk ke Pendapatan Asli Daerah, 400 persen sisanya masuk APBN. Menurut sampeyan mungkin nggak? Menurut saya ini bisa jadi alternatif. Mekanisme untuk sistem pajak baru itu perlu disiapkan. Nah, dengan pajak yang tinggi, orang akan mikir untuk beli mobil. Infrastruktur transportasi massal perlu dibenahi, biar orang mulai bermobilitas menggunakan sarana transportasi massal ini. Kalau benar-benar diterapkan, pemerintah khan mendapat tambahan duit dari pajak mobil ini, jadi bisa mengkaji ulang kebijakannya menaikkan BBM. He.he. realistis sajalah mikirnya, apapun yang dituntut mahasiswa dalam setiap aksi demo selalu dianggap kentut sama pemerintah. Apapun yang terjadi, <i style="">the show must go on</i>. Kita harus tetap melanjutkan hidup dalam kondisi apapun. Mari kita bertahan dengan memikirkan alternatif agar bisa menekan konsumsi BBM, salah satunya dengan bersepeda ke tempat yang ngga terlalu jauh dari rumah. Kalo jauh ya naik angkot. Bersepeda di zaman ini lebih trendi daripada naik mobil lho.he.he.he</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-52857726807088597142008-05-30T02:41:00.000-07:002008-05-30T02:51:24.796-07:00Kenaikan BBM yang Benar-Benar Menyiksa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYPpVV9tgpobX1-4x0HHokJElzrJf59ontSMFTpfshOsEZc4mvmg-h0hyphenhyphengKHl0z7hYlZoGrWWeZiLvEGT62c6ORaDd7qesbche_F-Qym2a8P_whbuLTfpf5Ppzf2zPjDQr0woPIW86Xmab/s1600-h/hero.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYPpVV9tgpobX1-4x0HHokJElzrJf59ontSMFTpfshOsEZc4mvmg-h0hyphenhyphengKHl0z7hYlZoGrWWeZiLvEGT62c6ORaDd7qesbche_F-Qym2a8P_whbuLTfpf5Ppzf2zPjDQr0woPIW86Xmab/s400/hero.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5206105447975997234" border="0" /></a><br /><br /><br /> Harga minyak mentah dunia yang naik secara simultan menyebabkan beberapa negara termasuk Indonesia harus ikut menaikkan BBM agar bisa menekan laju inflasi. Tata dunia yang ada sekarang ini lebih dikuasai oleh kapitalisme yang amat liberal. Demi logika pasar, semua kebijakan bisa ditempuh dengan mengesampingkan semua logika yang berasal dari masyarakat miskin. Kapitalisme inilah yang sekarang menguasai kehidupan politik dengan menggunakan argumen pro-pasar. Negara mulai dipangkas fungsinya untuk melindungi kaum miskin. Seperti lagu lama yang terulang kembali, kenaikan BBM seperti menjadi sebuah ode pengantar untuk memasuki sebuah keterhimpitan dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari bagi rakyat Indonesia.<br /><br /> Kebijakan yang tidak populer di mata rakyat inipun menuai protes dari berbagai kalangan mulai elit politik dari partai oposisi di DPR, mahasiswa sampai sopir angkutan kota. Mereka menuntut agar kenaikan harga BBM dibatalkan. Oh…betapa mudahnya mereka menyampaikan aspirasi tanpa studi wacana mendalam terlebih dahulu. Pokoknya tolah kenaikan harga BBM. Kalau ditanya balik : “Apa yang akan sampeyan lakukan jika sampeyan berada di posisi saya(pemerintah) menghadapi ancaman resesi global ini?, atau apakah sampeyan punya alternatif lain untuk mengurai masalah yang rawan ini ?, punya ide ato ngga?, kalo punya ayo dialog!” Saya yakin, diantara orang-orang reaksioner itu tidak ada yang berpikir ke depan dan mungkin tidak bisa menjawab. Hell no! Fenomena demonstrasi hanya merupakan letupan sesaat dan hanya menjadi euphoria heroisme yang memenuhi dada.<br /><br /> Tindakan anarkis menjadi pemandangan “biasa” yang setiap hari berseliweran di TV. Aksi-aksi yang seharusnya mengusung agenda penolakan tarif BBM mengarah kepada aksi yang tak terkendali. Kembali ke tujuan awal aksi demonstrasi yang seharusnya mengkomunikasikan pesan, menyuarakan aspirasi, menuntut penguasa untuk merevisi kebijakannya, akhirnya hanya menjadi sebuah pembenaran belaka untuk melakukan tindakan kekerasan. Berita TV yang kadang tidak mengcover sebuah peristiwa dari dua sisi, sering menggiring argumentasi pemirsa ke arah pemihakan kepada kelompok tertentu. Saya pribadi tetap berpihak pada rakyat. Karena saya tahu betul rasanya menjadi rakyat.<br /><br /> Tapi, apakah dengan mengatasnamakan rakyat, tindakan pengeroyokan terhadap polisi bisa dibenarkan ? Apakah mencorat-coret mobil plat merah dengan pylox bisa dibenarkan ? Apakah memblokir jalan raya yang seharusnya menjadi sarana publik bisa dibenarkan ? Saya kira tidak demikian. Mereka yang melakukan aksi itu gagal untuk gagah dalam membela rakyat. Rakyat yang mana yang simpatik dengan aksi-aksi anarkis seperti itu? Sekali lagi, polisi yang dikeroyok maupun pejabat pemerintah yang “kebetulan” lewat di depan aksi demo itu bukan representasi dari pemerintah yang mengesahkan kebijakan yang tidak pro-rakyat ini. Mereka juga rakyat yang sama-sama menanggung kenaikan BBM ini. Sampai kapan cara-cara konservatif seperti ini digunakan? Apakah tidak ada cara yang lebih smart dan elegan ? Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada mahasiswa, saya mendukung aksi penolakan kenaikan BBM tetapi tidak setuju dengan aksi-aksi mahasiswa yang berbuntut dengan kekerasan. Saya yakin, masih ada mahasiswa yang peduli dengan isu kenaikan BBM ini dan berpikir dari angle berbeda untuk mengurainya.<br /><br /> Bagaimana pun rakyat tidak pernah dapat menolak kebijakan kenaikan harga BBM ini. Apalagi, sikap penerimaan rakyat tidak pernah diimbangi dengan kebijakan yang melindungi kepentingan rakyat. Alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah supaya biaya subsidi bisa diberikan tepat sasaran, yakni kepada mereka yang miskin. Alasan yang dikemukakan ini memang begitu rasional dan logis. Logika yang dipakai oleh pemerintah selama ini bahwa yang menikmati harga BBM tersubsidi hanya orang kaya.<br />Di negara kita, setiap pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga BBM, selalu muncul pertengkaran dua argumen, argumen penguasa dan argumen rakyat. Kedua argumen itu bertolak belakang dan selalu susah untuk sama-sama memahami. Jika kita berada dalam tempat yang netral, kedua argumen itu akan kita lihat sama-sama rasional, dalam artian bisa dimengerti secara akal sehat. Argumen penguasa menaikkan harga BBM adalah untuk mengurangi subsidi, menempatkan subsidi pada sasaran yang tepat, mengurangi angka kemiskinan.<br /><br /> Dengan perhitungan yang njelimet dan mumet, argumen ini coba disebarkan melalui bahasa-bahasa sederhana dalam iklan televisi pesanan pemerintah. Pemerintah menggunakan "tokoh-tokoh" artis yang dikenal publik sebagai representasi wong cilik. Pemerintah berusaha mencari cela-cela ke mana isu publik bisa dimasuki agar kebijakan kenaikan harga BBM ini bisa dipahami publik. Mereka datang melalui isu subsidi pendidikan, akses kesehatan untuk orang miskin dst. Masalah utama dalam hal ini tentu bukan popular atau tidaknya sebuah kebijakan diambil, melainkan pilihan yang amat mendasar ini harus dilatarbelakangi oleh pertimbangan yang jelas orientasinya. Yaitu pemihakan kepada kaum miskin. Kalau pertimbangan hanya semata-mata demi logika pasar, maka di mana kepedulian pemerintah untuk membela posisi kaum miskin yang sampai saat ini masih saja sengsara?<br /><br /> Argumen tandingan yang dimunculkan rakyat sebaliknya. Kenaikan harga BBM pasti akan menyengsarakan karena selalu diikuti dengan kenaikan harga non-BBM, yang pasti tak bisa dikendalikan secara tegas oleh penguasa. Kenaikan harga BBM pasti bukan untuk mengurangi kaum miskin, malah menambahnya. Lalu siapa pun tahu, the show must go on. Harga BBM selalu naik kendati ditentang. Demonstrasi untuk menentang sering hanya seumur jagung, dan harga BBM yang "mahal", tetap saja dikonsumsi oleh rakyat berapapun harganya. Kendati hal itu pasti tidak akan sebanding dengan kenaikan pendapatan yang mereka hasilkan.<br /> <br /> Lalu, apakah dengan naiknya harga BBM, pemerintah bisa memberikan jaminan akan berkurangnya kaum miskin? Inilah yang seharusnya dijadikan pijakan pemerintah pasca-kebijakannya menaikkan harga BBM ini. Dan kini, harga BBM sudah naik. Orang kaya tidaklah terlalu bermasalah dengan kenaikan ini. Orang yang kaya dan jumlahnya sangat kecil di negara kita tidak perlu demonstrasi dan protes, karena dengan pendapatan yang ada sekarang, dipotong subsidi separuh pun, mungkin bagi mereka enjoy saja. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Padahal itulah yang tidak bisa dialami oleh orang miskin. Ketika harga BBM naik, harga kebutuhan untuk pabrik-pabrik pasti meningkat. Tetapi gaji para buruh tentu tidak serta merta dinaikkan, menunggu didemontrasi terlebih dahulu berbulan-bulan, bahkan bila perlu ada korban. Mereka yang miskin adalah mereka yang sudah pasang badan untuk digilas.suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-77024118000040580742008-05-21T01:51:00.000-07:002008-05-21T02:37:45.572-07:00Kisah Flannel dan Jeans Sobek<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcWa_SzBYxt1jNXL2bPrhNXPS8rsyqjck7jl4wcuHuLcvaSSLfmug7imbDrvIzltPlR-9fEAaMr3e48s9WswLUg3rhuFM0_zvcIC6-95xiLuaU1zZ8yxn8vxSflKFN3wRkIPUTmwLBX5RB/s1600-h/plaid+shirt&skinny+jeans.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcWa_SzBYxt1jNXL2bPrhNXPS8rsyqjck7jl4wcuHuLcvaSSLfmug7imbDrvIzltPlR-9fEAaMr3e48s9WswLUg3rhuFM0_zvcIC6-95xiLuaU1zZ8yxn8vxSflKFN3wRkIPUTmwLBX5RB/s400/plaid+shirt&skinny+jeans.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5202762781572757186" border="0" /></a>Trend berpakaian merupakan sebuah attitude, ekspresi diri dan manifestasi ide dari pemakainya. Trend berpakaian akan selalu menjadi panorama urban yang selalu mendampingi orang muda di setiap jamannya. Masing-masing era yang terdiri dari satu dekade selalu menonjolkan karakter yang aktual dan merepresentasikan situasi sosial, politik, dan budaya jaman itu. Tidak usah melihat ke belakang terlalu jauh, sebut saja flannel yang menjadi pakain wajib remaja di era 90an. Para pelaku kultur ini mencoba tampil ke permukaan untuk menegaskan kepada publik bahwa mereka ada dan melawan berondongan trend ala rockstar yang glamour dengan celana kulit dan rambut gondrongnya. Oh, betapa kasian para rocker itu. Pasti penisnya mengalami iritasi akibat ketatnya celana yang tak menyisakan ruang sirkulasi udara. Tapi, walaupun iritasi, “adik kecilnya”-nya ini tetap bisa beraksi untuk meniduri puluhan groupies setelah mereka tampil dalam konser. Benar-benar attitude rockstar sejati. Screw You!<br /><br />Mengingat kembali ketika kakak-kakak tingkat saya mengenakan celana jeans robek, big-ass t-shirt, kemeja flannel kotak-kotak, sepatu converse lusuh, rambut agak gondrong acak2an, rasanya sudah tampil cool dan keren. Maklum saja, ketika itu saya masih asik main nintendo dengan permainan Mario Bros yang fenomenal itu. Game ajaib pada jaman saya itu seolah menjadi tingkatan paling mutakhir dalam dunia permainan saya. Ketika kakak-kakak tingkat saya mendengarkan Nirvana, saya masih mendengarkan lagu anak-anak Indonesia yang super konyol. Si lumba-lumba….bermain api….Si lumba-lumba….makan dulu…ah,pengalaman nonton sirkus aja bisa jadi hits.he.he.<br /><br />Setelah browsing dengan memasukkan kata “grunge” di search engine, saya mendapat berbagai pencerahan.(thanks God, you’ve created a genius people who makes difficult things became easier,hell yeah). Rasanya ucapan ngawur Mark Arm, vokalis Green River sebelum bermutasi menjadi Mudhoney yang berkata “pure grunge,pure shit” untuk mendeskripsikan jenis musik band-nya telah membawa wacana baru tentang genre musik waktu itu. Lewat ucapan Mark itulah dikenal istilah Grunge Orang-orang lalu mendefinisikan musik ini dengan sebutan Grunge. Musik yang muncul di Seattle itu seolah menjawab kejenuhan anak muda Amerika dari bombardir musik glamrock ala Bon Jovi, Motley Crue, dan Guns n Roses. Siapa yang nggak kenal dengan band-band ini pasti sedang mengalami gangguan pendengaran akut :-). Band-band ini tampil dengan balutan celana kulit yang kelihatan bodoh dan konyol. Musik grunge pun dikenal luas, dari semula yang hanya mewabah secara nasional saja di Amerika, menjadi lagu wajib dengar bagi generasi muda di seluruh dunia. Grunge go international. Belum lagi kesuksesan luar biasa yang diraih album Nevermind yang terjual sekitar 10 juta kopi waktu itu, semakin membuat grunge menjadi kutul yang tidak bisa dilupakan di era 90an.<br /><br />Ooh…ternyata fashion yang dikenakan kakak-kakak tingkat saya itu disebut fashion grunge. Fashion ini tentu saja tampil untuk melawan kenyamanan berpakaian kala itu. Rambut acak-acakan, celana jeans robek, tidak mandi sebulan adalah bentuk spirit anti-kemapanan kala itu. Apakah dengan tampil seperti itu, mereka sudah mengklaim diri mereka sebagai ikon perlawanan ? Awalnya memang seperti itu. Ketika Kurt Cobain, Eddie Vedder dan Kim Thayil tampil acak-acakan dan menjaga diri dari publikasi besar-besaran, muncul kesan rebel dan riot. Tersangka utama yang membuat fashion grunge menjadi ngetrend tentu saja adalah media massa. Setelah kematiannya yang kontroversial di tahun 1994, Kurt Cobain pun kini menduduki singgasana ikon pop culture bersama-sama dengan Norma Jean sebelum jadi seleb dan mengubah namanya menjadi Marylin Monroe.<br /><br />Fashion yang terkait dengan musik dan mempengaruhi kultur, memang tak pernah lepas dari efek dramatis yang diciptakan media massa. Terobosan luar bisa yang bisa mengubah kultur berpakaian menjadi seragam dan terkesan keren adalah media. Ah, andai saja ada pemuda Indonesia yang bisa menciptakan peluang dikenal secara internasional karena tampil membawakan musik etnik yang di mix dengan electro dan tekno serta trance dan disco dengan mengenakan kemeja batik yang dipadupadankan dengan jeans belel, tatto dan piercing yang menawan. Kita tunggu saja kemunculannya.suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-23835640524195458972008-05-09T19:09:00.000-07:002008-05-09T19:16:43.868-07:00Andai Saja Saya Jadi Anak Indie Paling Mutakhir<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9irL9ZVR9B_YsbhGMaQ5c-mj5vPQPLz1bohBS582EyyntMnXKQyZlAfMNunlTq6iDR_zrWeOQBaOR8eQzZh2HTrS7sfjhkTRhcz6Xp1RIMkDw5LuqTWdiqRZvZPRxMrUbIE2Od-kAo6tx/s1600-h/boartscxa1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9irL9ZVR9B_YsbhGMaQ5c-mj5vPQPLz1bohBS582EyyntMnXKQyZlAfMNunlTq6iDR_zrWeOQBaOR8eQzZh2HTrS7sfjhkTRhcz6Xp1RIMkDw5LuqTWdiqRZvZPRxMrUbIE2Od-kAo6tx/s400/boartscxa1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5198566618572921570" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b> <br /></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b> </b>Saya mungkin harus mempunyai kepekaan seperti anak-anak emo yang kadang membawakan lagu super-depresif untuk sekedar buka-hati terhadap realitas tidak mengenakkan yang saya hadapai. Boleh saja kalo kita bersifat apatis dan apolitis terhadap runyamnya kondisi bangsa ini. Tetapi mau tidak mau kita memang benar-benar tinggal di sini. <i>This is our nation, what will you do to save it?</i> Andai saja ada band emo yang menjadikan krisis energi di Indonesia sebagai dasar penulisan liriknya, itu sudah saya anggap sebagai persuasi aktif untuk berhemat energi. Dengan sedikit riset, <i>browsing</i>, rasa depresi, anti-pemerintah, egois, rokok dan bir, proses pembuatan lirik pasti akan sangat menyenangkan, mengharu-biru dengan optimisme baru, depresif dan emosional. Itu pengandaian saja jika saya menjadi seorang pemuda yang giat dalam organisasi subkultur berbalut referensi musik yang underrated bernama indie.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><i>What the meaning of independent music anyway? I don’t<span style=""> </span>really fuckin care!</i> Bekalnya cuma semangat untuk mengapresiasi akutnya masalah krisis energi. Semangat itu tentu saja harus dibebaskan, kalo saja tidak bisa bebas, ya dipaksakan agar benar-benar bebas, tanpa pretensi apapun, sedingin mayat, bagai sayur tanpa garam, berkarya dengan melupakan logika industri. Hu..hu..gak hanya menceritakan elegi patah-hati, seperti pola-pola lagu kekinian yang begitu gencar melirik para ABG labil sebagai target marketnya. Yang jelas niat ini harus dibarengi dengan pembebasan pola pikir dari apa yang sering dilabeli dengan sebutan indie vs mainstream. Lupakan dulu tentang dua kotak yang membuat polarisasi trend yang memiskinkan intelektual. Atau apa lagi lah itu namanya, <i>you name it</i>. Yang jelas, <i>whatever you label yourself,</i> sampeyan sadar nggak kalo sampeyan sangat sering memasukkan diri sampeyan sendiri kedalam sebuah kotak kategori, yang mana di dalam kotak itu sudah ada aturan tentang <i>‘how to behave’</i>, <i>‘what</i> <i>to wear’, ‘what to listen’</i>, bahkan sampe <i>‘what to think about’</i>? Kotak-kotak berlabel itu seolah-olah punya aturan sendiri yang harus<span style=""> </span>diikuti.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Istilah indie sesungguhnya masih merujuk ke spesifikasi tertentu. Indie akan mampu dipahami secara proporsional bila ditelusuri ke konteks historis atau wacana terjadinya pembentukan istilah itu. Namun jarang ada media yang mau menggali lebih dalam. Sehingga “indie” cenderung dikotakkan sebagai musik laris manis yang cocok bagi selera awam. Sedangkan musik indie sesungguhnya yang <i>underrated</i> malah diabaikan. Hal semacam itulah yang kerap menimbulkan miskonsepsi publik bahwa “indie” semata-mata pola kerja dan kemurnian idealisme. Bagaimana bila sebuah band beridealisme mainstream tapi mereka berproduksi secara swadaya? Apakah itu termasuk indie? Tentu tidak. Karena independen secara minor label atau <i>self-released</i> tidak menjamin artis/label itu berkarakter indie. Seseorang yang berjiwa mainstream pun bisa saja menghasilkan karya berkarakter mainstream tapi dikemas secara <i>“Do-It-Yourself”</i> dengan dalih kebebasan ekspresi atau budget minim. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Musisi lokal yang memang ingin menjadi indie seharusnya banyak belajar dari situ sehingga mereka tidak menjadi <i>popstar wannabe</i> yang terobsesi gemerlap popularitas secara mainstream. Kurt Cobain bisa jadi contoh ideal sebagai figur musisi indie karena dia malah depresi saat musiknya kian terkenal dan pasaran. Dengan musik yang sangat <i>catchy</i> dan <i>selling,</i> sebenarnya banyak band indie yang berpeluang besar untuk menjadi artis jutaan kopi dengan menawarkan demo ke major label. Namun mereka tidak melakukan itu karena orientasi mereka bukan sekadar popularitas dan kemewahan, namun lebih kepada kepuasan personal dan idealisme dalam berkarya. Bahkan ada yang menolak tawaran manggung hanya karena skala pentas dan panggungnya terlalu besar.<br />Sikap semacam itu pun banyak ditunjukkan band indie lainnya dengan menjaga jarak dengan pers. Inilah contoh sikap “perlawanan” yang berbeda dari stereotipe artis mainstream.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Kembali ke topik utama, jika saya menjadi anak indie paling mutakhir saya akan membuat puisi pendek yang akan saya gubah menjadi lagu. Lagu itu akan saya beri judul “pragmatisme kebenaran”. Pragmatisme kebenaran tentang krisis energi yang sedang dihadapi bangsa ini.he.he. Kira-kira begini :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style=""><b>Pragmatisme Kebenaran<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style=""><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="">Ketika krisis energi jadi hip<br />Subsidi energi adalah ide yang buruk<br />Pesakitan ini pernah membuat Indonesia di overlap rivalnya,<br />sesama negara berkembang di Asia Tenggara,<br />keluar dari jeratan krisis era 90an.</p> <p class="MsoNormal" style=""><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="">Ketika popularitas pemerintah menurun.<br />Negara butuh pemimpin yang berani.<br />Menerjang angin mengurai badai.<br />Melakukan hal yang baik untuk rakyatnya,<br />bukan pemimpin yang hanya melakukan hal yang disukai rakyatnya.</p> <p class="MsoNormal" style=""><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="">Subsidi membuat infrastruktur transportasi masal tidak kompetitif.<br />Masyarakat memilih menggunakan mobil pribadi,<br />daripada menggunakan transportasi massal,<br />yang juga menjadi sumber pemborosan energi. </p> <p class="MsoNormal" style=""><span style="color:black;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style="color:black;">Banyak orang tetap berbondong-bondong ingin menjadi birokrat. <o:p></o:p><br />Menjadi rakyat terbukti kian sengsara. <o:p></o:p><br />Sementara menjadi birokrat? <o:p></o:p><br />Keuntungan materi berada di depan mata.<o:p></o:p><br />Terlepas bahwa apakah keuntungan itu diperoleh <o:p></o:p><br />dengan cara-cara yang semakin menyengsarakan rakyat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style="color: rgb(51, 51, 51);">Orang terus berusaha glamour dalam kesengsaraan.<o:p></o:p><br />Sayup-sayup meronta dalam kemilau kebudayaan pop.<o:p></o:p><br />Rupanya menjadi modern memang membawa impian dan janji-janji.<o:p></o:p><br />"Mimpi-Mimpi" kekayaan hasil konstruksi pasar.<o:p></o:p><br />Dalam monumen berukuran 14 inci bernama televisi.<o:p></o:p><br />Menghasilkan makna dari kebudayaan daur ulang,<o:p></o:p><br />Memoles dunia permukaan imanen, <o:p></o:p><br />Mencipta konsumer schizoprenik, <o:p></o:p><br />Mementaskan parodi dalam satu permainan rumit estetika realitas semu,<o:p></o:p><br />Menjerat masyarakat,<o:p></o:p><br />Menjejalinya dengan sebanyak-banyaknya informasi-hiburan tanpa henti.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" ><o:p> </o:p></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-7988522955139261122008-05-04T20:26:00.000-07:002008-05-04T20:38:42.420-07:00Mengeruk Untung Lewat Para Pemuja Tubuh<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqSPypgsyOosy43pkVAaU8ofWDt18IsEHXBoQi2UCOC4JMBUvrHyl45uGNK4SJUgWzQV-BC5As3yzCjo5vgycyZ2ZS0RiNj4EXAGmLKmuOc6Ehg9BAv-Gzgwbr6UKGN-3Lxniz7JDWspvW/s1600-h/dclouiseg5_001.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqSPypgsyOosy43pkVAaU8ofWDt18IsEHXBoQi2UCOC4JMBUvrHyl45uGNK4SJUgWzQV-BC5As3yzCjo5vgycyZ2ZS0RiNj4EXAGmLKmuOc6Ehg9BAv-Gzgwbr6UKGN-3Lxniz7JDWspvW/s400/dclouiseg5_001.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5196733068399465714" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal"><st2:personname><st1:givenname></st1:givenname></st2:personname><st2:personname><st1:sn></st1:sn></st2:personname></p> <p class="MsoNormal"><span style=""> </span>Kata cantik merupakan sebuah terminologi klasik yang selalu aktual jika kita membicarakannya hari ini. Pada era 40an para Yankees memuja Marylin Monroe sebagai sosok yang cantik dan memenuhi standar visual yang estetis pada saat itu dan menjadikannya sebagai ikon populer hingga saat ini. Ketika era modern telah lewat dan era post-modern datang, kecantikan tetaplah menjadi sesuatu yang dikonstruksikan oleh media. Lewat iklan, film, karya tulis dan produk-produk budaya, cantik selalu identik dengan wanita berambut hitam lurus, langsing, berkulit putih.</p><p class="MsoNormal"> Kekawin Arjunawiwaha Pupuh 3 memberi gambaran tentang tubuh perempuan : “Tubuhnya langsing, payudaranya besar, pinggangnya kecil, dan warna kulitnya kekuning-kuningan”. Sedangkan untuk komparasinya disebutkan bahwa perempuan ada yang kulitnya hitam, tidak suka tertawa, dan jika tertawa ia selalu berusaha menutupi mulutnya. Secara implisit definisi cantik ini mendeskreditkan ras manusia tertentu. Kitab karangan empu Kanwa ini menjadi sebuah local genius tentang idealisme kecantikan perempuan. <span style="" lang="SV">Dalam arus globalisasi, ukuran kecantikan ideal menurut nilai-nilai lokal, digerus dengan kekuatan modal dan kapital yang termanifetasi melalui iklan. Masyarakat secara bearamai-ramai digiring pada konsespsi cantik menurut ukuran orang Indo-Eropa, bukan orang Inlander seperti kecantikan gadis jawa, misalnya.</span><o:p></o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Inilah kekejaman media yang jarang kita “waspadai” karena kita terus-menerus dibuat pongah oleh manisnya gula-gula bernama entertainment. Siapa yang tak setuju kalo <st2:personname><st1:givenname>Sandra</st1:givenname> <st1:sn>Dewi</st1:sn></st2:personname> atau Dian Sastro itu cantik? Kalo ada yang tidak setuju berarti sampeyan tidak objektif atau mungkin mengidap disorientasi seksual.ha.ha.ha. Saya setuju kalo para selebritis wanita yang menjadi boneka-boneka layar kaca itu semuanya cantik. Entah mata saya yang telah didikte begitu lama oleh televisi atau mata saya yang meminta penampakan-penampakan yang cantik saja. Sungguh sebuah stereotip yang benar-benar berhasil buat saya kalo cantik itu ya identik dengan langsing, rambut panjang dan berkulit putih. Persetan dengan inner beauty, karena penampilan luar tetap menjadi daya tarik awal bagi saya. Dasar mata yang sangat tipikal. Khe.khe.khe.</p> <p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"> Iklan televisi berupa produk pemutih kulit menjadi medium hipnose, medium pembawa hibriditas bernama dan fiksi. Padahal yang tampil di iklan pemutih wajah dan kulit itu semuanya hanya simulakra, yang jauh melebihi realitas sebenarnya. Kaum perempuan lokal kita merasa perlu dan wajib berlomba untuk meraih predikat cantik menurut mata media. Mereka berlomba mengkonsumsi produk pemutih kulit (whitening) untuk melahirkan identitas baru sebagai perempuan modern dan kosmopolit. Menurut Vissia Ita Yulianto seperti yang dikutip Kompas 4 Mei 2008, ” Modernitas dan globalisasi membentuk masyarakat menjadi makin seragam, homogen, dengan standardisasi melalui teknologi dan hal-hal yang bersifat komersial. Penayangan produk-produk budaya komersial dari Barat-Hollywood, London,atau Paris dengan budaya tingginya yang prestisius telah menciptakan disparitas terhadap entitas kecantikan wanita di masing-masing negara yang mengkonsumsinya. Mengutip data AC Nielsen, pada kurun waktu Januari 2002 - Desember 2003, produk pemutih Ponds White Beauty-Skin Lightening di Indonesia meningkat drastis hingga 110 persen, dari 46 miliar rupiah menjadi 97 miliar rupiah. <o:p></o:p><br /><span style=""></span> <br /></span></p><p class="MsoNormal"><span style="" lang="SV"> Diluar segala permasalahan tentang gender dan diskriminasi, perempuan di Indonesia disibukkan lagi dengan budaya industri yang dilahirkan oleh sistem kapitalis yang mengalienasi individu dari masyarakatnya. Dalam globalisasi, yang tidak cantik dilarang berpartisipasi. Sebuah komedi yang tragis. Sepertinya para perempuan Indonesia yang tinggal di kota-kota besar dan suka pergi ke salon, spa dan mall untuk mempercantik diri sesuai tuntutan global, harus mendengarkan Declare Independence-nya mbak Bjork agar benar-benar merdeka dalam memilih menjadi diri mereka sendiri.<o:p></o:p></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-11671161743187742122008-03-21T18:53:00.000-07:002008-03-21T19:04:54.503-07:00Ciu : Perlawanan Kultural Terhadap Hegemoni Industri Hiburan Yang Tak Terbeli.<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOFMqqSDby2HMG7boGDLnPy4NRZI3IvpC3hHAp5S5inEKmwq_-GO083HV2bSS3PokuFbzwDWTBnwrxvmctDpfr4eoW2SE42orKPAu2nSMCQLrWBFSXTLnKKE2XwGdjKgYCqXpD8YxFcmNS/s1600-h/alkohol6-03-03f.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOFMqqSDby2HMG7boGDLnPy4NRZI3IvpC3hHAp5S5inEKmwq_-GO083HV2bSS3PokuFbzwDWTBnwrxvmctDpfr4eoW2SE42orKPAu2nSMCQLrWBFSXTLnKKE2XwGdjKgYCqXpD8YxFcmNS/s320/alkohol6-03-03f.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5180380908621114754" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><br /><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Ide untuk mengawali tulisan ini sebenarnya dipicu dari sebuah obrolan pagi khas mahasiswa di kantin kampus saya. Pagi itu saya ada janji dengan Om Kenthir ( salah satu senior saya di kampus yang sampai sekarang belum juga lulus..sekarang jadi sesepuh...he.he..) untuk mengambil <i style="">softcopy</i> contoh karya-karya tugas akhir. Setelah mandi dan mendengarkan<i style=""> soundtrack</i> pagi hari dari <i style="">playlist winamp</i> di komputer, sayapun sarapan sampil manggut-manggut mengikuti irama lagu <i style="">Dumb Reminder</i> dari <i style="">No Use For A Name.</i> Motor butut sudah menunggu untuk ditunggangi, sayapun bergegas menuju kampus. Lalu lintas <st1:city><st1:place>kota</st1:place></st1:city> Solo tidak begitu macet. Perjalanan dari rumah menuju kampus saya tempuh dalam waktu relatif singkat, hanya 10 menit. Sesampai di kampus yang tak pernah saya cintai itu, suasana kantin seolah memanggil naluri saya untuk meniliknya. Rokok yang terbakar sudah tersemat diantara bibir. Asap mengepul seiring dengan sapaan beberapa teman, sayapun menembus kepulan asap itu dan menghampiri 2 teman saya yang ternyata bernama Willy dan Zeno.<span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Diawali dengan sapaan khas saya : “<i style="">Piye bro, kabarmu ? skripsimu tekan ngendi ?”</i>. Willy pun menyambut sapaan saya : <i style="">“ Lha kowe dewe tekan ngendi?”</i>. Saya pun bingung untuk menjawab pertanyaan yang seolah meminta pertanggungjawaban moral, ideologis dan karakter intelektual saya yang pas-pasan tentang apa yang disebut skripsi itu. Pertanyaan Willy membuat saya terdiam beberapa saat. Rokok menjadi teman berpikir untuk memanggil kembali <i style="">short term memory</i> saya. Dengan singkat saya menjawab : <i style="">“ Aku mbaleni meneh seko awal, latar belakang penelitianku kurang kuat, terus aku dikon nambahi teori tentang kekerasan.”</i> Willy hanya bergumam lirih : <i style="">“ Ooooooo…ngono to…yen aku ganti judul penelitian, aku ora sido ngangkat tema stigmatisasi terhadap anak cucu eks </i><st1:stockticker><i style="">PKI</i></st1:stockticker><i style="">.” </i>Belum sempat menanggapi ungkapan Willy itu, Zeno yang dari tadi diam, tiba-tiba menyambar. <i style=""><span style="" lang="SV">“ Yen aku ngangkat fenomena ngombe Ciu nang Solo. Terus tak gathukke karo agama dan budaya lokal.”</span></i><span style="" lang="SV"> Ungkapan dua teman saya itu menganggu pemikiran dan seolah menampar halus pipi saya, terutama ungkapan Zeno tentang Ciu. Mengapa ide sebrilian itu tak pernah terpikirkan? Ternyata saya lebih memilih berkompromi dengan sistem birokrasi di kampus sehingga saya hanya melakukan pengulangan metodologi penelitian bertumpuk-tumpuk skripsi di perpustakaan tentang semiotika film. Tumpukan skripsi tentang semiotika film itu bagi saya tak lebih dari sebuah akuarium dengan berbagai macam ikan hias yang berwarna-warni. Metode semiotik sebagai akuariumnya, sedangkan film-film yang diteliti sebagai ikan hias yang berwarna-warni itu. Sayapun hanya akan menyumbangkan ikan lagi ke dalam akuarium itu, bukan hewan yang lain seperti kura-kura brazil misalnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="" lang="SV">Setelah cukup melakukan obrolan <i style="">ngalur ngidul</i> tentang skripsi, sayapun bergegas untuk menemui Om Kenthir yang memang sudah janjian dengan saya. Inisiatif saya seketika itu muncul dan mengarahkan kaki saya menuju area <i style="">hot spot</i> yang baru-baru ini menjadi simbol kemajuan teknologi di kampus saya, walaupun terlambat begitu lama. Om Kenthir ternyata sudah berada di tempat itu, tempat yang menjadi favorit mahasiswa ketika sedang berada di kampus. Inti dari pertemuan itu, Om Kenthir meminta bantuan saya untuk membuat narasi untuk karya tugas akhirnya. Dengan senang hati saya akan membantunya, dengan harapan agar cepat lulus, dan tidak menyandang gelar sesepuh lagi diantara kami.he...he..he..<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="" lang="SV">Sesampai di rumah, saya terganggu dengan tema skripsi yang diangkat Zeno tentang fenomena <i style="">ngombe</i> (minum)Ciu. Bagi masyarakat Solo, Ciu sudah menjadi hal yang sering didengar dan tidak asing lagi. Ciu adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dari tebu. Kadar alkohol yang terkandung dalam Ciu bisa lebih dari 40%. Bila sampeyan belum pernah minum Ciu, jangan sekali-kali menenggaknya, karena akan menimbulkan sensasi rasa yang sangat aneh dan tidak enak. Jangan bandingkan produk asli Bekonang ini dengan Coca Cola yang menjadi tren gaya minum global. Jika sampeyan berani mencoba, saya sarankan jangan menenggak minuman ini secara murni atau <i style="">lawaran</i>. Tak menutup kemungkinan produk Amerika yang bernama Coca Cola itu sampeyan campur untuk menyelamatkan reputasi buruk rasa Ciu. Dalam hal ini terdapat akulturasi budaya yang cukup memikat. Budaya global tercampur dalam budaya lokal. Walaupun hanya representasi, tapi percampuran antara Ciu dan Coca Cola menjadi sangat relevan dan sangat dekat dengan fenomena budaya lokal kita yang mulai terkikis karena tidak mampu membendung derasnya budaya global. Kalau Ciu bisa tercampur dengan Coca Cola, kenapa budaya lokal yang lain tidak bisa bercampur dengan budaya global? Mungkin ini hanya analisa super ngawur saya. Jangan sekali-sekali mengamininya, saya anjurkan untuk menambahkan dan bahkan mengkritisinya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="" lang="SV">Kembali ke Ciu lagi. Ciu merupakan alkohol murah yang dipaksa identik dengan kaum marjinal seperti preman dan anak jalanan dan selalu dikaitkan sebagai pemicu dengan kriminalitas. Beberapa riset menyebut ada korelasi antara pengaruh alkohol dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, dan riset itu valid dengan kuatnya data-data di lapangan. Tetapi di luar segala stigma negatif yang ditimbulkan, Ciu merupakan sarana perekat dalam menjalin relasi pertemanan di kalangan kaum pemakai sendal jepit. Dengan menenggak Ciu, suasana obrolan menjadi lebih seru, karena orang yang sudah terkena dampak Ciu akan <i style="">ngomyang. </i>Bicaranya bisa lepas tanpa beban seiring dengan tingkat kesadaran yang menurun. Biasanya, kalo ada peminum Ciu yang sudah <i style="">ngomyang</i>, maka teman-teman yang berada di kalangan itu akan mengerjainya. Istilah jawanya <i style="">ditanggap, </i>karena orang itu seolah-olah seperti seorang penyiar radio tanpa konsep yang jelas. Bisa tiba-tiba mempertanyakan konsep Tuhan dan keberadaannya, bisa tiba-tiba mengharu biru dengan urusan cintanya, bisa tiba-tiba sangat optimis dengan hidup yang dijalaninya. Sebenarnya efek mabuk minum Ciu tidak ada bedanya jika kita menenggak minuman beralkohol yang sudah terdaftar ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Perbedaan yang signifikan dapat dilihat dalam segi harga. Satu liter Ciu biasanya dibanderol lima ribu rupiah. Seperti ungkapan teman saya yang juga penikmat Ciu : ”Lima Ribu Bikin Gokil!” he..he..he..<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><span style=""> </span>Dalam kacamata agama manapun, minuman beralkohol dianggap sebagai sesuatu yang haram. Mulai dari Rhoma Irama sampai FPI menghujat minuman ini. Sebenarnya segala macam bentuk hujatan itu hanya terfokus pada efek negatif minuman beralkohol yang mengganggu kesadaran dan potensial menimbulkan tindakan kriminal yang tidak sesuai dengan konsensus publik yang disebut etika. Dari kacamata medis, minuman beralkohol jelas bukan minuman yang sehat karena bisa mengganggu koordinasi sitem syaraf. Sepertinya koridor budayalah yang mampu memfasilitasi keberadaan Ciu. Masing-masing daerah mempunyai minuman tradisionalnya. Di Jogja kita mengenal Lapen, di Semarang ada Congyang. Karakteristik minuman beralkohol di masing-masing daerah berbeda-beda, baik dari segi rasa, kandungan alkohol, serta dalam event budaya apa minuman itu biasanya hadir. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="" lang="SV">Ada semacam fenomena budaya di Solo yang menjadikan Ciu sebagai pemicu kemabukan agar bisa lebih menikmati sebuah hiburan rakyat. Sebut saja dangdut. Setiap ada pertunjukan dangdut, baik itu di THR (Taman Hiburan Rakyat ) maupun di event-event yang cakupannya kecil seperti hajatan, bisa dipastikan Ciu hadir di tengah-tengah massa. Selain sebagai pemicu untuk mencapai kondisi mabuk, Ciu hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni industri hiburan yang tak terbeli yang hadir melalui MTV, I Pod, Mall yang seolah-olah menyeragamkan kesenangan dan selera kita. Kita merasa lebih <i style="">civilized</i> ketika minum kopi bergambar putri duyung di gerai sebuah Mall. </span><span style="" lang="FI">Kita merasa lebih eksis ketika kita mampu mendengarkan lagu favorit kita melalui I pod. Kita merasa lebih trendi dan gaul bila kita pergi jalan-jalan ke Mall daripada ke pasar rakyat seperti di Sekaten. Berhala-berhala industri budaya pop itu memanipulasi kita, mengendalikan kita, dan mengkungkung kita dalam tuntutan-tuntutan untuk memenuhi hasrat konsumeris kita. Bagi kaum marjinal, anak jalanan, preman dan anak-anak muda yang merasa terpinggirkan oleh kehadiran berhala ala Amerika, Ciu + Dangdut + Goyang menjadi pertahanan dan perlawanan terakhir terhadap serbuan budaya global. </span><span style="" lang="SV">Orang-orang itu mempunyai jiwa yang bebas dan bisa menjadi diri mereka sendiri. Mereka mempunyai selera dan cita rasa yang khas, terlepas dari penyeragaman cita rasa dan selera yang dilakukan industri hiburan global. Mereka tidak membenci hiburan-hiburan mahal dengan semangat primordial dan gaya perlawanan lokal. Mereka hanya butuh hiburan yang terjangkau di tengah-tengah himpitan kesulitan ekonomi. Mereka tetap eksis dengan pilihannya. Mereka masih ada di tengah-tengah kita.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-13852837577190397982008-02-13T22:06:00.000-08:002008-02-13T22:10:17.891-08:00Happy Valentine Day<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglI0nvbTNpq4AZ5PuZj4kn968CSbicoWiE2u6QuH6WfuSpXPwieQgqWoBvMzyKymKATmA_Wm26PgMnJXvt2JuNtpIGdPgQ2uyT6PD-ah4Eq4ArxY5tAt7NVJHl78MTzMe_6MHd9ch1iIyv/s1600-h/fucklentine.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglI0nvbTNpq4AZ5PuZj4kn968CSbicoWiE2u6QuH6WfuSpXPwieQgqWoBvMzyKymKATmA_Wm26PgMnJXvt2JuNtpIGdPgQ2uyT6PD-ah4Eq4ArxY5tAt7NVJHl78MTzMe_6MHd9ch1iIyv/s320/fucklentine.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5166713819550120738" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Momentum 14 Februari sebagai hari kasih sayang global tampaknya hanya menjadi komoditas budaya kapitalis semata. Hal ini dapat dilihat ketika Pusat-pusat perbelanjaan didominasi warna pink dan ornamen-ornamen berbentuk hati. Acara televisi mendompleng dengan menayangkan film-film romantis. Radio-radio memutar lagu-lagu romantis yang masuk dalam kategori everlasting. Produk-produk fashion dan <st1:place st="on"><st1:city st="on">gaya</st1:City></st1:place> hidup mengeluarkan edisi valentine. Untuk apa ini semua? Tentu saja untuk mengejar profit sebesar-besarnya dengan menjadikan orang-orang yang merayakan Valentine sebagai masyarakat pasar. Konsumen media dan jutaan pasangan di dunia yang melihat cinta sebagai hubungan interpersonal merayakannya, meski hanya dengan ucapan verbal “ <st1:personname st="on"><st2:givenname st="on">Selamat</st2:GivenName> <st2:middlename st="on">Hari</st2:middlename> <st2:sn st="on">Valentine</st2:Sn></st1:PersonName>” kepada orang yang dianggapnya penting dan berhak untuk disayangi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Sayangnya, Valentine Day dijadikan pembungkus <st2:sn st="on">manis</st2:Sn> untuk mengemas kebiasaan yang membuat coklat dan bunga mawar menjadi barang wajib sebagai ungkapan kasih sayang. Semua orang dibawa pada sebuah suasana penuh cinta kasih. Valentine Day hanya berhasil mendefinisikan cinta dalam perspektif interpersonal dua manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Cinta diantara dua pribadi ini bersifat eksklusif dan tidak universal. <st1:personname st="on"><st2:givenname st="on">Menurut</st2:GivenName> <st2:middlename st="on">Erich</st2:middlename> <st2:sn st="on">Fromm</st2:Sn></st1:PersonName> seorang psikolog mazhab <st1:place st="on">Frankfurt</st1:place>, cinta seperti ini disebut sebagai cinta erotis. Dalam cinta erotis ini, eksklusifitasnya terletak pada objek yang dicintai. Saya akan menyayangi kekasih saya sepenuh hati, tanpa melihat orang lain sebagai manusia yang berhak mendapatkan perilaku aktif atas nama cinta dari saya. Sering kita jumpai sepasang manusia yang saling mencintai dengan tanpa merasakan cinta kepada orang lain. </p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;">Makna substansial di hari Valentine dikaburkan dengan warna pink, bunga mawar dan sekotak coklat. Ikon-ikon itu seolah merepresentasikan cinta. Seperti ungkapan terkenal : katakan dengan bunga. Masalahnya, apakah dengan memberikan bunga kepada orang yang kita anggap penting, sudah merepresentasikan cinta? Sebenarnya mencintai bukanlah sebuah persoalan yang mudah. Hampir tidak ada aktifitas atau usaha yang dimulai dengan bermacam impian dan harapan yang begitu luar biasa namun mengalami kegagalan begitu saja, seperti halnya cinta.</p> <p class="MsoNormal"><span style=""> </span>Persoalan penting dalam mencintai adalah memberi. Dalam hal ini bukan soal bahwa dia telah mengorbankan hidupnya demi orang lain melainkan bahwa dia telah memberikan apa yang hidup dalam dirinya, dia memberikan kegembiraannya, kepentingannya, pemahamannya, pengetahuannya, kejenakaannya, kesedihannya dan semua ekspresi serta manifestasi yang ada dalam dirinya. Dengan tindakan tersebut, seseorang telah memperkaya orang lain, meningkatkan perasaan hidupnya sendiri. Cinta adalah kekuatan yang menghasilkan cinta, dan impotensi adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan cinta. Pandangan ini dengan sangat indah dikemukakan oleh <st1:personname st="on"><st2:givenname st="on">Karl</st2:GivenName> <st2:sn st="on">Marx</st2:Sn></st1:PersonName> : “ <i style="">Anggaplah manusia sebagai manusia dan hubungannya dengan dunia sebagai hubungan yang manusiawi. Kamu hanya dapat menukar cinta dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan dan sebagainya</i>.”</p> <p class="MsoNormal"><span style=""> </span>Tetapi bagaimana perasaan orang-orang yang berada di tengah kecamuk kekerasan seperti di <st1:country-region st="on">Kenya</st1:country-region>, Irak, Palestina, dan <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Uganda</st1:country-region></st1:place>? Bagaimana orang-orang yang tengah dilanda konflik dan kekerasan itu mencoba mendefinisikan cinta ? Apakah mereka juga merayakan hari kasih sayang global ini? Setidaknya dengan momen tahunan ini, mereka yang tengah dilanda konflik dan kekerasan mampu menyita perhatian kita walau sebentar. Mereka juga berhak merayakan hari yang penuh dengan cinta kasih dan perdamaian, setiap hari, tidak pada hari ini saja. Selamat merayakan hari kasih sayang!<br /></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-86731289378266591902007-10-30T08:28:00.000-07:002007-10-30T08:34:55.941-07:00Apa yang anda pelajari dari ILMU KOMUNIKASI?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV6wDrdfPOmuwpMsM4FJbZGfoKxagU9e_Q41RdiINqAH2frBbPMVt81PaAq222m7sKurimKEZ1nMpc2dzHUssO1VajCrhMJneh1wozoWXXLEgl1R8U45m4KK6-3nrZOaP8YW9LKu4dxMJe/s1600-h/WES+KI.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV6wDrdfPOmuwpMsM4FJbZGfoKxagU9e_Q41RdiINqAH2frBbPMVt81PaAq222m7sKurimKEZ1nMpc2dzHUssO1VajCrhMJneh1wozoWXXLEgl1R8U45m4KK6-3nrZOaP8YW9LKu4dxMJe/s320/WES+KI.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5127153551038554962" border="0" /></a><br /><span style="font-family:courier new;">Dedicated to : Doni Putra Daerah & Joell Gunemanku<br /><br />Dear my friends,</span> <span style="font-family:courier new;"> Belakangan ini saya kok sempat risih mendengar gosip bahwa jurusan yang kita ambil di kampus kita tercinta ini tidak memenuhi kualifikasi lapangan pekerjaan. Sumpah, saya benar - benar risih mendengarnya. Bagaimana dengan sampeyan ? Apakah risih juga seperti saya ? Lama - kelamaan, saya sempat meng-under estimate institusi tempat kita bernaung sekarang ini. Visi dan misinya kok menuju ke arah kapitalisme pendidikan, perkuliahan dijadikan barang dagangan tanpa mau ber-emansipasi dengan peserta didik dalam hal perbaikan kualitas dan mutu pengajaran. Seolah-olah mahasiswa menjadi manusia kelas dua di kampus. Strata sosial mahasiswa selalu di bawah dosen untuk ukuran intelektual. Ini cara berpikir zaman Orde Baru dulu, ketika orang yang lebih pintar(dosen) selalu benar. Kapan mahasiswa kedudukannya bisa equal dengan dosen dalam hal transfer pengetahuan? Orientasi saya untuk mendapatkan ilmu komunikasi massa yang handal akhir-akhir ini melempem, kayak krupuk yang toplesnya lupa ditutup. Huh..sebenarnya saya mau menyalahkan pihak-pihak yang menurut hemat saya, harus bertanggung jawab. Tapi apakah dengan sekedar menyalahkan, akan menyelesaikan masalah? Akhirnya saya berpikir, sekuat apapun argumen saya untuk minta pertanggungjawaban, saya ini cuma “manusia kelas dua” di kampus yang jurusannya tidak memenuhi kualifikasi.ha.ha..</span> <span style="font-family:courier new;"> Cukup sudah saya ngomel tentang keadaan kampus kita. Capek, ngga ada yang dengerin. Teman-teman, selama proses perkuliahan, apa yang teman2 dapatkan mengenai komunikasi ? Doktrin - doktrin dari dosen-dosen konvensional di kampus kita sudah sangat uzur dan tidak up to date. Lha wong mahasiswa itu khan bisa baca buku,bisa browsing di internet, bisa beli KOMPAS seribuan,bisa berinteraksi di blog, eeee… lha kok didikte tentang teori2 yang njlimet dan kadang belum tentu benar menurut para praktisi yang sudah mengalaminya di lapangan pekerjaan. Sangat lucu dan ironis. Kapan sistem pendidikan kita mulai melibatkan praktisi, jika tujuan akhirnya mau mencetak sarjana-sarjana yang handal dibidangnya. Ah, sudahlah…daripada kita budrek dan mumet, mari kita ngomongin dimensi-dimensi yang ada dalam ranah komunikasi itu sendiri. Hitung-hitung buat belajar. Hmm, kita memperbincangkan Handphone sajalah..sebagai salah satu gadget wajib dalam era teknologi dan informasi saat ini. </span> <span style="font-family:courier new;"> Ketika saya membaca blognya mas Joell yang unik dan khas dengan identitas kelokalannya, saya tertarik dengan HP yang nampang di sana. Saking cintanya, mas joell ndak mau untuk mengganti HP-nya yang udah ngga up to date lagi menurut saya. Eh, tanpa saya sadari, sekarang-pun saya juga menggunakan HP yang ndak kalah ndeso-nya dengan HP milik mas Joell.he.he. Memang sih, sekarang ini kita sedang memasuki “zaman informasi” yang serba online dan bisa sangat sulit untuk berkomunikasi, jika kita tidak memegang HP. Hingga saat ini, lambang atau simbol zaman informasi adalah teknologi multimedia yang berkembang dengan pesat sejak ditemukannya internet. Dengan riset dan inovasi yang simultan, telepon genggam siap mengambil alih dan memasukkan Internet ke dalam imperium komunikasinya. Barangkali aspek yang paling berpengaruh dari mobilisasi adalah kemampuannya mengubah definisi zaman komunikasi, dan karenanya juga mengubah bayangan tentang masa depan yang dimulai sejak saat ini. Saya kok kepikiran, jangan-jangan, komunikasi melalui HP adalah komunikasi antara HP satu dan HP lainnya, bukan orang satu kepada orang lainnya. Alat yang saling “berkomunikasi” itu melakukan hubungan. Sekali lagi, alat-alat itulah yang mampu berkomunikasi dengan bahasa baru. Manusia sebagai pelaku komunikasi menjadi terasing ketika menggunakan HP sebagai alat komunikasi.</span> <span style="font-family:courier new;"> Tampaknya HP masa depan bukanlah merupakan alat yang benar-benar berpengaruh dan menarik, tidak ada satupun dari hal-hal itu yang perlu diperdebatkan. Namun, karena HP akan menjadi alat yang begitu penting, maka bagaimana ide tentang berbagai fitur tambahan dalam sebuah HP akan menjadi hal yang penting untuk memudahkan manusia. Sekarang ngga perlu susah-susah ke warnet ato bawa2 laptop ke area hotspot, dengan E90, seri communicator terbaru keluaran NOKIA, kita bisa ngacak-ngacak dan berselancar ke berbagai jaringan favorit kita. Pada awalnya HP dihadirkan sebagai alat yang berfungsi memudahkan komunikasi antar individu, pada akhirnya revolusi teknologi informasi tanpa kabel ini justru menciptakan pergeseran-pergeseran bentuk dan makna dari aktivitas komunikasi itu sendiri. Pergeseran ini tidak hanya melampaui teknologi saja, tetapi juga memasuki pergeseran kultural. Sekarang ini kita memasuki masa dimana HP telah menjadi bagian dari gaya hidup. Gaya hidup bisa dilihat hanya dengan melihat HP apa yang digunakan seseorang, karena melalui HP seseorang bisa mengekspresikan dirinya.</span> <span style="font-family:courier new;"> Berkomunikasi tidak hanya menjadi aktivitas yang menyenangkan, tetapi juga menguntungkan. Dengan modal dan tenaga yang terbatas, didukung oleh revolusi teknologi, sampeyan dapat melakukan komunikasi dimana saja, kapan saja dengan siapa saja dan untuk kepentingan apa saja. Ruang dan waktu menjadi sesuatu yang begitu lentur untuk ditembus, sekat - sekatnya dulu yang kokoh, kini hanya dengan memasukkan password, kita sudah bisa memasuki sebuah dunia dengan interaksi tanpa batas ruang dan waktu. Begitulah persepsi saya tentang HP dalam ranah komunikasi modern. Saya minta tanggapan dari sampeyan. Jangan lupa, walaupun kita termasuk mahasiswa yang tidak memenuhi kualifikasi, setidaknya kita cukup berkualitas dalam hal bikin posting. Ha.ha.ha. Hidup blogger</span>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-88962510424597552172007-10-28T20:38:00.000-07:002007-10-28T21:17:43.867-07:00Didikte Pasar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmSg4rkmVCS1isfZZe64NXWc0LVYox71Sdh9oTioyY55ZTqtrYRExGAuHiMq2wvzdd3DSlx-trHi2XIr72gJiLlqnb-cqMWn4pjBskjbvd0c24TlPwg8zwli5ycRy4SaTkWJI2mwPvqgSl/s1600-h/e90.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmSg4rkmVCS1isfZZe64NXWc0LVYox71Sdh9oTioyY55ZTqtrYRExGAuHiMq2wvzdd3DSlx-trHi2XIr72gJiLlqnb-cqMWn4pjBskjbvd0c24TlPwg8zwli5ycRy4SaTkWJI2mwPvqgSl/s320/e90.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5126607944163074882" border="0" /></a><br /><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"><br /></span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Di Indonesia, Nokia seri Communicator digemari pria dan wanita dan dijadikan status simbol oleh siapa saja, termasuk para lurah di berbagai daerah di Indonesia. Padahal, di pasaran Indonesia mulai banyak ponsel cerdas yang dijajakan dari berbagai merek ternama dengan fitur, teknologi, maupun desain yang tidak kalah menarik. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Komputer genggam yang dikenal dengan sebutan PDA phone, yang masuk ke Indonesia dengan berbagai macam merek pun masih sulit untuk bisa menyaingi seri Communicator ciptaan orang-orang Finlandia tersebut. Semua penggemar Communicator terpaku dan tergiur begitu Nokia mengumumkan seri E90-nya yang terbaru. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Perkembangan ponsel cerdas belakangan ini memang menjadi semakin menarik, di luar fenomena Nokia Communicator tentunya. Sudah lama merek-merek ternama dunia seperti Motorola dan Sony Ericsson memperkenalkan ponsel cerdas dengan berbagai kemampuan, rancang desain yang menarik, serta harga jual yang masuk dalam kategori ponsel high-end. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Kehadiran ponsel cerdas oleh berbagai perusahaan manufaktur ternama dunia selalu ditunggu oleh para penggemar gagdet. Entah karena hobi untuk setiap kali mengganti ponsel yang digunakannya atau untuk keperluan lain, semua orang antusias menantikannya.</span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Ketika Nokia memperkenalkan penerus produk seri Communicator-nya, misalnya, pekan lalu, semua orang pun memusatkan perhatiannya karena acara tersebut memperkenalkan ponsel cerdas terbarunya, seri E90. Semua perhatian tertuju, menantikan dan menyimak dengan benar apa yang dijadikan andalan pada produk terbaru yang akan dijual pertengahan bulan depan tersebut. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Yang menarik, pada acara perkenalan E90 kepada komunitas pengguna Nokia Communicator Indonesia, produk E90 ketika dilelang berhasil mencapai angka penjualan yang fantastis sampai Rp 45 juta. Ini adalah harga ponsel cerdas termahal di dunia dan lebih mahal dibanding iPhone buatan Apple yang juga dinantikan banyak orang. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Ponsel cerdas memang menjadi fenomena menarik. Banyak faktor yang ikut menentukan. Fitur dan teknologi merupakan satu faktor. Dan menjadi ciri alamiah, kita memang condong untuk mengagumi kemajuan teknologi, terutama miniaturisasi yang memungkinkan sebuah gadget menjadi lebih ringkas. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Di Indonesia ada faktor lain. Namanya gaya hidup. Hanya di Indonesia ponsel cerdas seri Communicator buatan Nokia yang memiliki penggemar paling besar di dunia. Sehingga tidak mengherankan, Nokia kemudian memutuskan untuk menjual Nokia E90 pertama kali di Indonesia sebelum masuk ke pasaran negara lain. </span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;">Gaya hidup memang bukan ciri khusus pengguna ponsel cerdas di Indonesia. Sampai sekarang memang tidak ada penjelasan yang memuaskan kenapa seri Communicator sejak pertama kali menarik animo banyak orang dan diperkirakan sudah ada sekitar 500.000 unit Communicator yang dijual di Indonesia sejak seri 9000.</span></p><p><span style="font-family:Arial, Helvetica, sans-serif;font-size:85%;"><br /></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-35895500094534825192007-10-25T00:14:00.000-07:002007-10-25T00:20:44.908-07:00Kecemasan dari sebuah dialog pagi di TV<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBDmi6sscBidmSemXurrYY5yegtzNu4nzZjz1eVuDLx5myYIwwqqPjnTxINAvWK9CoCD0pIPu2aXR7u2swsjB7K1rdiWSNpgFy6QLlPzYFC532SAqgOWeA_Mhy7-A1PthALYJqp8TP4Llc/s1600-h/Eddie%232.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBDmi6sscBidmSemXurrYY5yegtzNu4nzZjz1eVuDLx5myYIwwqqPjnTxINAvWK9CoCD0pIPu2aXR7u2swsjB7K1rdiWSNpgFy6QLlPzYFC532SAqgOWeA_Mhy7-A1PthALYJqp8TP4Llc/s320/Eddie%232.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5125170422904070962" border="0" /></a><br /><br /><o:p></o:p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Krisis Membayang. Begitulah judul sebuah bedah editorial Media Indonesia yang saya saksikan tadi pagi ( 24 Oktober 2007 ) di Metro TV. Dalam acara itu ada mas Tommy Cokro yang guanteng dan Bung Laurens Tatu anggota dewan redaksi Media <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Masalah yang dibahas dalam dialog ini adalah sebuah kecemasan akan sebuah momok bernama krisis ekonomi. Saya dan sampeyan pasti masih ingat betul akan krisis moneter yang menghantam <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> pada tahun 1997-1998. Kayaknya, ketakutan – ketakutan itu akan muncul lagi. Tapi lucunya, menteri ekonomi kita, pak Budiono mengatakan bahwa keadaan ekonomi <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tetap pada level yang stabil dan aman. Hmmm…kayaknya beliau terus menerus menghibur rakyat dengan ungkapan tersebut. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Tak bisa kita pungkiri, bahwa perekonomian kita terlibat dalam perekonomian global. Apa yang terjadi dalam perekonomian global tentu saja akan berdampak pada kondisi perekonomian nasional kita. Alasan klasik muncul lagi dalam perekonomian global : kenaikan harga minyak mentah dunia yang diprediksi akan mencapai 100 USD per barel. Walah – walah, lha wong harga minyak mentah yang sekarang saja sudah membuat rupiah rontok, apalagi mencapai 100 USD per barel. Tentu saja kenaikan harga minyak dunia ini akan membawa konsekuensi berupa meningkatnya laju inflasi dan melemahnya pertumbuhan ekonomi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Karena sifatnya interaktif, acara dialog pagi itu melibatkan beberapa penelfon. <st1:place st="on">Para</st1:place> penelfon itu rata-rata mengungkapkan kecemasan yang sama terhadap kemungkinan terulangnya krisis ekonomi. Ngga usah jauh-jauh, kemaren waktu BBM naik pada tahun 2005, banyak terjadi kasus yang sangat khas…mulai dari perusahaan yang gulung tikar, pemutusan hubungan kerja, penganguran bertambah, sulitnya lapangan pekerjaan, banyak sarjana menganggur, barang kebutuhan pokok melambung tinggi, kemiskinan bertambah, angka kriminalitas meningkat, dan bla.bla.bla..kayaknya dari dulu sampe sekarangpun kita masih saja dekat dengan masalah – masalah itu..ya beginilah nasib negara berkembang yang terlibat dalam Globalisasi yang katanya memakmurkan…non sense! yang ada hanya : negara yang kaya akan semakin dikayakan(semakin dibuat kaya) dan negara yang miskin akan dimiskinkan (semakin dibuat miskin).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Inilah persoalan besar yang sedang kita hadapi. Kita ngga mungkin bisa sembunyi dari krisis, kalo itu benar-benar terjadi. Kita hanya bisa menghindar dengan melakukan antisipasi dini dengan memperkuat ekonomi rakyat. Wah, lucu juga kalo masih saja memperbincangkan ekonomi rakyat di tengah terpaan sistem ekonomi kapitalis neo liberal, dimana terjadi persaingan sempurna dan mekanisme pasar menjadi kredo. Ngga bakalan ada toleransi bagi yang ketinggalan. Dari situasi inilah, World Bank dan IMF tampil menjadi penolong yang baik hati dengan bantuan ekonominya..he.he..</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Gimana mau jadi penolong, lha wong Amerika Serikat yang anggota IMF ngurusi masalah kredit rumah saja masih kelimpungan. IMF tidak bisa berbicara banyak tentang akar krisis yang sedang mengancam ini. IMF hanya sekedar memberi rekomendasi tentang perlunya kehati-hatian menghadapi krisis yang tak terbayangkan sebelumnya. IMF tak mempunyai kemampuan yang memadai. Ini menjadi pelajaran bagi para ahli ekonomi kita ( yang kebanyakan lulusan <st1:place st="on"><st1:placetype st="on">University</st1:placetype> of <st1:placename st="on">California Berkeley</st1:placename></st1:place> ) untuk segera bertindak, bukan sekedar <i style="">ngeyem-yemi</i>/menghibur rakyat terus. Rakyat sekarang sudah pinter dan ngga bisa untuk sekedar dihibur saja. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-43670961284231720402007-10-23T08:30:00.000-07:002007-10-23T08:36:50.638-07:00Your Revolution Is A Joke<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBh9tvP4V8ig6_kaO4zYMnClaX76omSuJD1AUFwlDGjGbAIgYMi7Y1tl1X9V1yS16ipJCRsmk-blrJS8TZjFXpeJ-soco2duVM6DqtqNaEIodjSGdgje6sm6T0mnKwNjywPELIJ-T_V7UR/s1600-h/MATURITY.JPG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBh9tvP4V8ig6_kaO4zYMnClaX76omSuJD1AUFwlDGjGbAIgYMi7Y1tl1X9V1yS16ipJCRsmk-blrJS8TZjFXpeJ-soco2duVM6DqtqNaEIodjSGdgje6sm6T0mnKwNjywPELIJ-T_V7UR/s320/MATURITY.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5124556039889853650" border="0" /></a><br />Sekarang ini saya coba menuangkan uneg-uneg, dengan ditemani playlist andalan yang terpampang rapi di software pemutar mp3 klasik. Hmm..Tadi saya menonton “Saksi Mata” di Global TV yang kira-kira tayang jam 19.30 ( Kamis, . Berita utamanya tentang bentrokan antar sesama anggota Pemuda Pancasila di Makassar. Bentrokan tersebut dipicu oleh perbedaan pendapat mengenao pembangunan Mall di lapangan Karebosi yang merupakan landmark kota Makassar. Kebetulan, saya mendapatkan suguhan visual yang menampilkan pengeroyokan seorang anggota Pemuda Pancasila oleh rekannya sendiri, karena menolak pembangunan Mall di lapangan yang menjadi ikon kota Makassar tersebut. Hampir tiap sore, tayangan-tayangan kekerasan kok semakin membanjiri stasiun TV kita. Tidak usah disebutkan dampaknya, sampeyan pasti juga langsung akan tau. Memang, bisnis pertelevisian kita kadang mengesampingkan kode etiknya, tapi apa boleh buat, Komisi Penyiaran Indonesia yang menjadi regulator-pun, dibuat mati kutu. TV seolah-olah membawa kekuatan magis yang bisa menghantarkan peristiwa kekerasan itu ke tengah-tengah ruang keluarga ketika kita, dan melebihi realitas sesungguhnya.<br /><br /> Kekerasan demi kekerasan dapat kita amati setiap hari melalui media massa. Kalo sampeyan memperhatikan, dalam sebuah perstiwa kekerasan pasti terdapat unsur-unsur yang membentuknya. Saya coba membuat sebuah skema kekrasan menurut versi saya. Kira -kira begini : sebab/motivasi --- pelaku --- tindakan fisik/non-fisik --- korban --- dampak fisik/non-fisik --- sebab/motivasi. Yup, seperti itu penggambarannya. Saya melihat bahwa setiap peristiwa kekerasan itu sebagai sebuah siklus dan akan terus memproduksi kekerasan-kekerasan berikutnya. Dalam hal ini, kita tidak akan bisa menghentikan sebuah kekerasan tanpa memotong siklusnya.Itu baru dari kasus kekerasan yang melibatkan dua pihak yang saling bertentangan. Ternyata, dimensi kekerasan itu sangat luas, apalagi kalau kita coba melihatnya dari perspektif negara ketiga, khusunya Amerika Latin. Banyak gerakan-gerakan revolusioner yang bersumber dari sini. Mulai dari Che, Paulo Freire, Dom Helder Camara, Hugo Chaves dll. Menurut Dom Helder, ketidakadilan adalah kemiskinan dan itulah kekerasan yang paling mendasar. Situsi inilah yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam lembah sub-human yang melahirkan gerakan - gerakan pembangkangan dan pemberontakan.<br /><br /> Pembangkangan itu didorong oleh berbagai motif. Bagi kaum ekstrim kiri, perjuangan menggelar pemberontakan itu didorong oleh keinginan membebaskan kaum tertindas yang hanya bisa dilakukan dengan gerakan bersenjata, seperti yang dilakukan mas Che Guevara yang menjadi ikon popular di kalangan aktifis mahasiswa yang baru hangat-hangatnya belajar demo.( he.he.saya dulu juga seperti itu deng…) Gerakan ini mendewakan aksi-aksi agitasi yang tanpa itu, rakyat tertindas tidak akan terbebaskan.Ada juga yang tergerak oleh perasaan religius. Dengan semangat keagamaan yang menggebu-gebu kaum ekstrem kanan ini menggelar aksi turun ke jalan. Maka mengalirlah narasi pemberontakan dan raungan protes di jalan-jalan untuk kehendak revolusi yang ditafsirkan sebagai perang tanding melawan tentara bersenjata lengkap dengan atribut2 militernya. Ketika jalan-jalan yang umumnya hanya dipakai untuk mengangkut upeti ekonomi kepada kekuasaan dihalang-halangi, maka penguasa pun merasa berkewajiban mengambil tindakan tegas, dan itusudah pasti lewat kekerasan dan represi yang ngga ketulungan ganasnya. Sperti yang dilakukan pemerinta Junta Militer Myanmar terhadap para bhiksu yang turun ke jalan. Hmm..sebuah pembelajaran menarik bagi saya. Tampaknya sebuah track dari Funeral For A Friend yang berjudul “Your Revolution Is A Joke” menusuk telinga saya dan sangat tepat jika saya sandang, karena saya seolah sia-sia menulis posting yang sok revolusioner ini tanpa tahu siapa yang akan membacanya..he.he..</div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-12627858151906793642007-10-23T08:11:00.000-07:002007-10-23T08:30:34.087-07:00Hukuman Mati, Masih Relevankah?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRUkyMf6jyUxEcSZnaTw4f9OXtRI-Msmehz8VVSWKiMTbH_fF7brc3frh2ISMmweYn006fjyQtnSMEXaY3DeccXsS3PSkRxlK_C6-NdD3y9lmGve2lNos108zhm1sjliYhqhARRLPW24Dx/s1600-h/r003.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRUkyMf6jyUxEcSZnaTw4f9OXtRI-Msmehz8VVSWKiMTbH_fF7brc3frh2ISMmweYn006fjyQtnSMEXaY3DeccXsS3PSkRxlK_C6-NdD3y9lmGve2lNos108zhm1sjliYhqhARRLPW24Dx/s400/r003.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5124554257478425794" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Saya tertarik dengan posting mas Joell di gunemanku.blobspot.com yang membahas tentang hukuman mati bagi pelaku kriminal. Hmm..saya sempat berpikir, apakah kematian itu selalu vis a vis dengan kematian, dalam hal ini, tindakan yang menyebabkan kematian seseorang atau sekelompok orang ( pembunuhan, pembantaian, terorisme ) akan mengakibatkan pelaku tersebut dihukum mati. Ini berarti konsep hukum retribusi di abad pertengahan masing berlangsung sampai sekarang. Sudah menjadi adagium bersama bahwa kematian dibalas dengan kematian, kekerasan dibalas dengan kekerasan, seperti hukum rimba saja kedengarannya. Dan kita pun menganggap hukuman itu adil. </span> <span style="font-family:arial;">Sudah umum diketahui bahwa hukuman gantung, guillotine (potong leher), dan hukuman cambuk di pusat kota menjadi pemandangan umum sampai akhir abad ke-19, termasuk di Eropa. Tidak hanya kalangan anak-anak miskin dan marginal yang bersorak-sorai menyaksikan pemandangan kematian tersebut. Thomas Cook & Co justru mengorganisasi sebuah tur di Paris pada akhir abad ke-19 yang menjadikan hukuman guillotine sebagai salah satu atraksi menarik. Hmm, kalo Pak Bondan Winarno ngetrend dengan Wisata Kuliner-nya maka Thomas Cook & Co ngetrend dengan “wisata proses membunuh manusia dengan menebas kepala sehingga terpisah dengan badan” hua.ha.ha, cukup ngeri bukan?<br /><br /></span> <span style="font-family:arial;">Setelah itu, banyak negara Eropa yang maju selangkah dengan melarang eksekusi publik serta hukuman mati. Sayangnya, hukuman mati terus berlanjut dipraktikkan di banyak negara sampai saat ini. Itu bukanlah hukuman mati seakan-akan dilarang karena rakyat biasa di negara-negara ini dipenuhi rasa antipati terhadap hukuman mati.</span> <span style="font-family:arial;">Di Inggris, hukuman tersebut dilarang, terutama karena adanya kampanye antihukuman mati yang dilakukan Charles Dicken melalui harian The Times yang berakibat pada pelarangan eksekusi negara. Saat ini, telah umum diketahui bahwa teori keadilan retribusi "darah dibalas dengan darah" tidak berfungsi efektif. Namun, opini massa tetap mempercayai efektivitas sistem tersebut. </span> <span style="font-family:arial;">Opini massa mencoba mencari metode hukuman yang lebih beradab dengan cara memberlakukan eksekusi yang tidak begitu menyiksa. Hal itu berujung pada penggunaan guillotine pada abad ke-18. Korban pertama guillotine adalah Nicolas-Jacques Pelletier yang dieksekusi pada 1792. Eksekusi tersebut dipuji berbagai media massa saat itu karena merupakan eksekusi yang cepat dan bersih. Ketika kepala Charles I dipancung, Andrew Marvell mengungkapkannya dalam bentuk puisi.</span> <span style="font-family:arial;">Bahkan, mereka mungkin juga mendukung hukuman yang relatif tidak menyakitkan pada pelaku pembunuhan. Yang terlepas dari perhatian opini massa yang pro-hukuman mati adalah baik teori retribusi maupun rasa takut saat dieksekusi sama-sama tidak akan melemahkan hati dan determinasi sang pembunuh.<br /><br />Yang lebih buruk, opini massa tidak peduli sama sekali terhadap kemungkinan nasib seseorang yang secara salah telah dihukum mati. </span> <span style="font-family:arial;">Dewasa ini, mayoritas orang akan cenderung memilih suntikan mati atau kursi listrik, serta ditembak dengan senapan daripada digantung atau dilempari batu. Mereka semakin takut melihat ceceran darah segar dan kental yang mengalir saat eksekusi berlangsung. Menutut saya, aparatus negara hendaknya memberikan penerangan pada masyarakat bahwa hukuman mati tidak akan memperkecil angka kriminalitas dan mendorong publik untuk berkontemplasi pada tragedi terburuk ketika seseorang yang ternyata tidak bersalah dihukum mati. Negara-negara yang tidak memberlakukan hukuman mati dan melarang hukuman itu sejak beberapa dekade (misalnya, di Kanada) ternyata memiliki angka kriminal pembunuhan yang jauh lebih rendah dibandingkan Amerika.<br /><br />Sekali lagi, saya mengajak teman-teman untuk mengingat kembali peristiwa “penghukuman mati” ratusan ribu umat manusia di Indonesia. Dalam peristiwa tersebut,opini massa mendukung tidak hanya terjadinya hukuman mati, tetapi juga pembunuhan masal seperti yang terjadi pada masa G30S/PKI dan pembunuhan misterius (petrus) pada masa Orba.</span> <span style="font-family:arial;">Karakter simplistik dari opini massa jelas sangat berbahaya. Pola pikir simplistik itulah yang Seorang demokrat, di mana pun, hendaknya menyadari bahwa hukuman mati sering dimanfaatkan untuk menumpas lawan-lawan politik di bawah kondisi yang sangat tidak demokratis. Hal itu menunjukkan bahwa opini massa memiliki sejumlah keterbatasan dan perbedaan dengan opini publik. Opini publik merupakan usaha yang disengaja yang tidak sama dengan opini massa. Opini publik diciptakan di bawah kondisi spesifik, di mana informasi tersedia secara luas dan berbagai keputusan diambil secara transparan dengan memperhatikan permasalahan yang paling rentan di masyarakat.Karena itu, sudah waktunya opini publik mengoreksi opini massa dalam hal hukuman mati dengan cara debat terbuka serta transparan, di mana setiap warga negara dilindungi seandainya pengadilan bertindak salah.</span> </div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-91024010493854286692007-10-04T09:49:00.000-07:002007-10-04T09:52:00.987-07:00The Dandy Society<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9srB2LWhFxARuYLyrq3pXgQMoBKlM_PU47k6wbnqrfzje-TFcj4k4dRSd_eK32zWcTgc0ys92F2BPlZL4t8i8_ewX2IjeTj-NzLrWG73wPgBmugjI4rvOHa7hsLadffYXnnLK6B1fFSu9/s1600-h/Electrobica_by_piratedollie.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9srB2LWhFxARuYLyrq3pXgQMoBKlM_PU47k6wbnqrfzje-TFcj4k4dRSd_eK32zWcTgc0ys92F2BPlZL4t8i8_ewX2IjeTj-NzLrWG73wPgBmugjI4rvOHa7hsLadffYXnnLK6B1fFSu9/s400/Electrobica_by_piratedollie.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5117525277991442322" border="0" /></a><br />Teman-teman, kalo judul tulisan diatas diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira akan berbunyi : masyarakat pesolek. Hal ini membuat saya tertarik, karena saat ini masyarakat kita mulai tumbuh menjadi masyarakat pesolek di tengah-tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Ha.ha. kok bisa ya ? Apa sih yang nggak bisa dilakukan masyarakat kita ?<br />Masyarakat konsumen Indonesia mutakhir tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya yang disebut shopping mall, industri waktu luang, industri mode, industri kuliner, industri kecantikan bahkan sampai gosip pun jadi industri. Serbuan gaya hidup melalui iklan dan TV memang sangat cepat merubah perilaku masyarakat kita. Serbuan itu tanpa kita sadari telah sampai pada ruang-ruang kita yang paling pribadi sekalipun.<br /> Globalisasi industri media dari luar negeri dengan modal besar mulai marak masuk ke tanah air sejak akhir 1990an. Serbuan majalah-majalah mode dan gaya hidup transnasional menawarkan gaya hidup yang sulit terjangkau bagi masyarakat dunia ketiga seperti masyarakat Indonesia kita ini. Majalah yang mempunyai segmen pembaca dari kalangan menengah atas ini menanamkan nilai, cita rasa dan gaya hidup yang glamour. Begitu pula dengan berkembangnya industri penerbitan yang diperuntukkan bagi orang muda. Majalah-majalah yang menjadi tuntunan mode kawula muda itu menjadi lahan yang sangat subur untuk persemaian gaya hidup. Target utama majalah-majalah itu adalah para ABG (Anak Baru Gede) yang identik dengan kegelisahan mencari identitas dan citra diri. Isi majalah itu tentu saja penampilan ikon-ikon yang mewakili gaya hidup kaum muda seperti perkembangan fashion, problema gaul, tips dan trik pacaran, referensi tempat untuk shopping, review band-band yang membawakan musik populer dan tentu saja gadge-gadget yang pantas dimiliki agar terkesan remaja hi-tech. Tapi yang pasti, penampilan ikon-ikon ini ikut membentuk budaya kawula muda (youth culture) yang berorientasi pada gaya hidup fun!<br /> Dalam abad gaya hidup ini, penampilan adalah segalanya. Erving Goffman dalam The Presentation Of Self In Everyday Life (1959) mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang diritualkan, yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach). Kita bertindak seolah-olah di atas sebuah panggung. Bagi Goffman,berbagai penggunaan ruang, barang-barang, bahasa tubuh ditampilkan sebagai ritual interaksi sosial dan tampil untuk memfasilitasi kehidupan sehari-hari. Ketika gaya menjadi segala-galanya dan segala-galanya adalah gaya, maka perburuan penampilan dan citra diri juga akan masuk dalam permainan konsumsi. Itulah sebabnya mungkin orang sekarang perlu bersolek atau berias diri.<br /> Tak usah dijelaskan lagi mengapa tidak sedikit pria dan wanita modern yang perlu tampil beda, modis, necis, perlente dan dandy. Kini gaya hidup demikian bukan lagi menjadi monopoli artis, selebritis dan model yang sengaja mempercantik diri untuk tampil di panggung hiburan. Tampaknya urusan bersolek tidak lagi menjadi milik wanita, tetapi kaum pria pun merasa perlu tampil dandy. Urusan tampang atau wajah kini menjadi persoalan serius dalam perbururuan kecantikan dan untuk selalu tampil menjadi yang tercantik atau tertampan, tidak hanya di panggung hiburan, tapi juga dalam hidup sehari-hari. Jadilah kita menjadi masyarakat pesolek (dandy society).suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-42031139908346095462007-10-04T09:36:00.000-07:002007-10-04T09:46:42.365-07:00The Greatest Villain, ever…<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPQH6lJr0PUruimLXsDswl3wMNlLyBxvVQK1gbtZsM8mfbi0cZRTkG3vJN6Go-iiYLeoTJOo5wvl6rOZxi9NojEDACxsXE9Rgf_FNDDFejg3g4Nvt0nbtNcQxrOV5kfKPBFCz5FbOl3QCP/s1600-h/great-villain.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPQH6lJr0PUruimLXsDswl3wMNlLyBxvVQK1gbtZsM8mfbi0cZRTkG3vJN6Go-iiYLeoTJOo5wvl6rOZxi9NojEDACxsXE9Rgf_FNDDFejg3g4Nvt0nbtNcQxrOV5kfKPBFCz5FbOl3QCP/s400/great-villain.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5117522606521784194" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Bagi sampeyan yang gemar baca komik, nonton film action, menggandrungi super hero, pasti di situ ada tokoh antagonis untuk memperkuat konflik agar alur cerita jadi menegangkan. Sebut saja Venom, villain dalam Spider-Man 3. Jason dalam serial Friday the 13th atau Si Mata Malaikat dalam komik lokal, yang menjadi musuh bebuyutan mas Barda Mandrawata dalam Si Buta Dari Gua Hantu. Sampeyan pasti sangat kesal dengan ulah villain-villain itu yang sering membuat jagoan kita kewalahan menghadapinya. Ada saja tipu muslihat, intrik, kelicikan, konspirasi dan hal-hal yang bersifat destruktif lainnya. Sampeyan pasti sangat kesal ketika Lex Luthor tahu kelemahan Superman. Dengan menggenggam batu Kryptonite, mas Superman bisa langsung lemes. Penjahat dalam film-film action juga sering menorehkan memori yang kuat agar kita membencinya. Sebut saja tokoh Sylar dalam serial Heroes yang sedang booming saat ini. Selain mempunyai superhero favorit, sampeyan pasti juga mempunyai seorang villain favorit. Villain favorit saya adalah George W. Bush dan Soeharto. Ngga usah saya sebutkan alasannya, sampeyan pasti bisa menafsirkan sendiri. He.he<br /><br /> Beberapa waktu yang lalu, saya nongkrong di wedangan milik teman saya yang hobi baca buku. Walaupun dia menjadi penjual wedang, eksistensinya di “kultur perlawanan” Solo sudah tak diragukan lagi. Tanpa angin, tanpa petir, dia lalu bertanya kepada saya, apakah saya mempunyai buku Confessions of An Economic Hit Man terbitan tahun 2004. Dalam buku itu ternyata ada tokoh yang bakal menjadi kandidat “the Greatest Villain, ever..tentu saja versi saya.<br /><br />Nama tokoh itu adalah John Perkins, warga Amerika Serikat yang mengungkapkan jaringan corporatocracy. Inilah ilmu tentang mencari untung sebanyak- banyaknya dengan memeras habis negara yang mudah dikelabui, seperti Indonesia. Lewat bukunya, Confessions of An Economic Hit Man (2004), ia mengaku salah dan menyesali mengapa para pemimpin negaranya belum berubah. Ah, tak apa-apa karena di sini juga belum ada perubahan kok. Perkins adalah economic hit man (EHM) untuk sebuah perusahaan konsultan MAIN di Boston, AS. Cara kerja mereka mirip dengan mafia karena menggunakan segala cara (termasuk membunuh atau mempekerjakan) untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi.<br /><br />Ia menulis bahwa EHM bertanggung jawab atas terbunuhnya Presiden Panama Omar Torrijos dan Presiden Ekuador Jaime Roldos. Dua kepala negara di Amerika Latin ini mesti dilenyapkan karena menentang ilmu cari untung itu, yang dijalani Gedung Putih dan para eksekutif eksklusif. Tugas pertama Perkins membuat laporan fiktif agar lembaga- lembaga bantuan (Perkins menyebut IMF, Bank Dunia, dan USAID) mau mengeluarkan utang. Dana itu disalurkan ke proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan berbagai perusahaan top AS, seperti Bechtel dan Halliburton. Tugas kedua, Perkins harus membangkrutkan negeri penerima utang. Setelah tersandera utang setinggi gunung, barulah si negara penerima dijadikan kuda yang dikendalikan sang kusir.<br /><br />Presiden negara pengutang akan ditekan supaya, misalnya, memberikan voting pro-AS di Dewan Keamanan PBB atau memberikan lokasi untuk pangkalan militer AS. Bisa juga Washington menekan agar negeri pengutang menjual ladang minyak atau kekayaan alam lainnya. Selama tiga bulan di tahun 1971 Perkins keliling Indonesia menyiapkan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (GNP) kita. Angka-angka itu digelembungkan setinggi mungkin mendekati langit ketujuh.<br />Angka-angka catutan itu dilaporkan kepada Bank Dunia atau IMF. Para eksekutif di situ juga tukang-tukang ngibul yang serentak menganggukkan kepala sambil berdecak kagum, Bos Perkins bilang, Presiden AS Richard Nixon ingin Indonesia diperas sampai kering seperti kain pel habis dipakai melantai. Negeri ini ibarat real estat terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau China, demikian kira-kira kata bos Perkins, Charlie Illingworth, suatu kali di Bandung.<br /><br />Corporatocracy antara elite politik dan bisnis AS itu disambut hangat para pejabat kita. Paling penting, rekening bank para pejabat itu tak boleh sampai tinggal keraknya doang seperti tungku penanak beras. Maka orang-orang Gedung Putih, Bechtel, Halliburton, lembaga-lembaga bantuan, MAIN, dan para pejabat itu saling tersenyum dan mengedipkan mata. Proyek “pembangkrutan” (bukan pembangunan) Indonesia pun dimulai.<br />Nah, persekutuan antara corporatocracy AS dan cleptocracy (penyakit klepto) yang diderita elite Orde Baru itu berjalan mesra selama puluhan tahun. Rakyat Indonesia bengong saja seperti obat nyamuk yang menemani orang lagi pacaran. Tujuan rahasia pembangunan proyek-proyek infrastruktur itu, keuntungan sebanyak-banyaknya untuk Bechtel, Halliburton, dan sejumlah perusahaan AS. Tujuan rahasia lainnya, memperkaya penguasa dan keluarganya di sini agar loyal kepada jaringan corporatocracy tersebut. Semakin banyak utang yang dipinjamkan ke Indonesia, semakin baik. Selama tiga bulan keliling Indonesia, Perkins menjadi EHM yang andal meskipun kadang kala terganggu hati nuraninya menyaksikan kemiskinan di sini.<br /><br />Berkat pengalaman pertamanya di Indonesia, Perkins berkali-kali dipercaya melakukan tugasnya sebagai (economic hit man) di berbagai negara. Secara diam-diam dia menyiapkan buku Confessions yang dia tulis antara lain sebagai ungkapan minta maaf. Sampeyan sebaiknya membaca buku Perkins. Semoga ada penerbit di sini yang mau membeli hak penerbitan sekaligus menerjemahkannya supaya dibaca anak-anak dan cucu-cucu kita agar tak melupakan sejarahnya…Hmm, John Perkins memang benar-benar The Greatest Villain, ever…hell yeah!</div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-41404814712883317442007-09-29T00:41:00.000-07:002007-09-29T00:48:03.282-07:00HEROISME SESAAT<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbRZKDwUL57qyg5AQNfDsUGW3yEhhLxzxfIVRQlTD9jziYjhHAeQ7B6zqdTF744Z3Jy0pL9KoWweYgESQ_k_u2GNd1HGHku8WbeEm21fjEGAmSw_ainQHihyphenhyphenmWt2k9ElZEOsjyyKAcPehy/s1600-h/I__M_SORRY_by_LivinDArealWorld.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbRZKDwUL57qyg5AQNfDsUGW3yEhhLxzxfIVRQlTD9jziYjhHAeQ7B6zqdTF744Z3Jy0pL9KoWweYgESQ_k_u2GNd1HGHku8WbeEm21fjEGAmSw_ainQHihyphenhyphenmWt2k9ElZEOsjyyKAcPehy/s320/I__M_SORRY_by_LivinDArealWorld.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5115529303447745138" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"> Aktivis memang sebuah kata yang bombastis bila kita mengatakannya pada zaman pergerakan. Entah itu aktivis prodemokrasi, aktivis perempuan, aktivis HAM, aktivis lingkungan hidup maupun aktivis mahasiswa yang tergabung dalam aliansi-aliansi yang berjuang demi rakyat. Tapi apa kata dunia, ketika peran mahasiswa digantikan sosok rohaniwan yang turun ke jalan untuk melawan rezim yang menindas rakyat ? Hal ini mendapat momentumnya ketika terjadi represi besar-besaran yang dilakukan rezim junta militer di Myanmar. Para bhiksu turun ke jalan, karena mereka sudah merasa bahwa keadaan semakin memburuk ketika BBM dinaikkan 500 %. Lha terus kemana para mahasiswanya? Pada tahun 1988, ketika terjadi gerakan untuk perubahan sosial di Myanmar, mahasiswalah yang menjadi motor pergerakan dan memobilisasi massa dan akhirnya melahirkan tragedi yang menewaskan sekitar 3.000 orang karena bentrok dengan aparat militer. Tahun 2007, ketika terjadi ketidakadilan sosial di Myanmar, justru para Bhiksu yang menjadi motor pergerakan. Aksi ini adalah aksi damai tanpa kekerasan, dan sampai hari ini telah menelan korban 9 orang, termasuk satu orang wartawan dari Jepang.<br /><br /> Mahasiswa sebagai agent of social change semakin meredup keberadaannya, ketika mereka dihadapkan pada kenyamanan - kenyamanan teknologi multimedia seperti MTV, Friendster, Shopping ke Mall dan Dugem. Tapi di sini saya tidak gebyah uyah dan menyatakan mahasiswa masa kini seperti itu. Dua puluh tahun lalu, sekitar tahun 1980an sampai awal 1990an, banyak artikel yang meromantisir gerakan mahasiswa. Waktu itu banyak mahasiswa yang digebuki tentara dan dijebloskan ke penjara karena menggelar aksi demonstrasi. Gerakan mahasiswa menjadi primadona di ruang publik Orde Baru. Mereka menjadi sosok tunggal yang boleh dan mau menyuarakan kritik sosial dan keresahan masyarakat.<br /><br /> Dalam situasi ini, mahasiswa menjadi semacam pemadam kebakaran. Mereka bersemangat sekali dalam memadamkan api. Kadang mereka menjalankan fungsi parlemen untuk melakukan debat politik. Mereka juga bisa menjalankan peran partai politik, dengan berorganisasi, memobilisir massa, dan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Mereka juga bisa mengambilalih peran media massa dengan membuat selebaran, menerbitkan buletin. Menurut saya, aksi itu tanggung dan kadang sia-sia? Rakyat sekarang sudah cukup pandai dan tidak mau namanya disebut-sebut sebagai pembenaran atas aksi-aksi yang anarkis. Lha wong rakyat sendiri bisa turun ke jalan secara langsung tanpa minta tolong mahasiswa. Iya to ?<br /><br /> Anehnya, walaupun peran yang dijalankan mahasiswa itu cenderung reaksioner, dan hanya aksi sejenak tetapi kok penuh romantisme ya ? Mungkin karena mereka sering dikejar tentara, dipukuli pakai tongkat, ditahan dan sering dijadikan sosok pahlawan dalam berita-berita media massa. Pemberitaan ini kadang membuat ego mereka melambung kebablasan. Sekarang, negeri ini telah berubah, walau tidak semua menguntungkan publik. Memang negara yang ideal itu selalu jauh dari capaian kita, setidaknya kita bisa menikmati perubahan karena jerih payah mahasiswa. Kalau dahulu pada tahun 1998, mereka berdemo di jalan, sekarang mereka sudah menikmati semilir angin perubahan. Jika ada pertanyaan : Apa kabar mahasiswa masa kini ? Saya akan menjawab, karena saya menjadi bagian dari mahasiswa masakini : ”Ngapain repot-repot turun ke jalan? Mending nulis di blog aja..., i’ll do it with my stlye!</div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-62947191616123245442007-09-29T00:06:00.000-07:002007-09-29T00:16:45.624-07:00Ketika kepuasaan Pembaca menjadi Credo<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYikU2zso2KLMQBJlLmC86bfjG-ypXcs_7CUQ2tOcj5elyXxVRGw95MZiwZTPiXeusojcCQqT_V0TnzYnI1ykW3NwwVFJZTulG1MFHAUMnT9HgUFOcXQqwcoT6Oltc8B06xWokok2faOXk/s1600-h/object_0013_1024.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYikU2zso2KLMQBJlLmC86bfjG-ypXcs_7CUQ2tOcj5elyXxVRGw95MZiwZTPiXeusojcCQqT_V0TnzYnI1ykW3NwwVFJZTulG1MFHAUMnT9HgUFOcXQqwcoT6Oltc8B06xWokok2faOXk/s400/object_0013_1024.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5115521576801579602" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:130%;">"Trends, situation, condition, and interpretations are news." (Neal, 1968)</span><br /><br /><br />Teman-teman, sebagai pembaca media massa kita ini menjadi pasar. Pembaca mempunyai arti yang sangat penting bagi sebuah koran dan majalah. Di samping menentukan pemasukan penjualan, ia juga mempengaruhi pemasukan iklan. Sebuah perusahaan tidak akan mau memasang iklannya di majalah atau surat kabar yang memiliki pembaca yang sedikit. Semua berita adalah informasi, tetapi tidak semua informasi adalah berita. Berita adalah informasi yang mengandung nilai berita yang telah diolah sesuai dengan kaidah - kaidah pada ilmu jurnalistik dan yang sudah disajikan kepada khalayak melalui media massa periodik baik cetak maupun elektronik. Realitas dalam masyarakat seperti peristiwa, pendapat, masalah hangat dan masalah unik akan menghasilkan fakta. Fakta tersebut disebut sebagai berita jika sudah disajikan kepada khalayak melalui media massa. Sumber informasi karya jurnalistik adalah peristiwa,pendapat yang mengandung nilai berita, masalah hangat ( current affairs ) dan masalah atau hal yang unik dan menarik yang ada dalam masyarakat. Berita adalah uraian fakta atau pendapat yang mengandung nilai berita. Sedangkan masalah hangat ( current affairs ) adalah penjelasan dari narasumber yang relevan tentang suatu masalah hangat yang muncul di tengah masyarakat. Disebut current affairs karena masalah yang menjadi topik pembicaraan tersebut diambil sebagai akibat adanya isu yang belum pasti baik sumber atau kebenarannya.<br />Berita hanya menyajikan fakta/pendapat yang mengandung nilai berita secara informatif faktual. Perbedaan sifat medium/sarana cetak,film, radio dan Televisi merupakan perbedaan mendasr yang membentuk cirikhas pada karya jurnalistik. Khusus untuk berita radio dan televisi harus diusahakan agar narasumber yang relevan dapat tersaji secara langsung dan orisinal agar tidak dijadikan uraian dalam bentuk pendapat.<br />Uraian fakta yang nilai beritanya kuat, yaitu yang nilai beritanya penting, sangat menarik, dan penting sekaligus menarik harus disajikan secepatnya kepada khalayak. Berita kuat dan berita mendalam bersifat timeconcern, yaitu penyajiannya sangat terikat pada waktu, dalam arti makin cepat disajikan makin baik, Sumber beritanya berasal dari peristiwa yang terjadi hari ini (news of the day) dan mengandung nilai berita. Berita, baik berita kuat, mendalam maupun berkala hanya menyajikan fakta atau pendapat secara informatif, faktual dan aktual. Apakah berita itu tersaji cepat atau lambat kepada khalayak,sangat terkandung nilai berita yang dikandungnya.<br /><br />Berita radio jauh lebih praktis dan sederhana dalam penyajian secepatnya kepada khalayak karena hanya menyajikan suara saja. Tetapi untuk berita Televisi, selain menyajikan suara juga menyajikan gambar sehingga jauh lebih rumit. Akan tetapi, jaringan televisi CNN telah membuktikan bahwa hambatan kerumitan itu ternyata dapat diatasi dengan sarana pendukung elektronik ( kabel/serat optik, microwave/terestrial, uplink mini, field pick up dan SDM yang memiliki jiwa profesionalitas tinggi). Sejak 1 Juni 1980, jaringan Televisi CNN menyiarkan karya jurnalistik TV selama 24 jam setiap hari, baik berita maupun penjelasan masalah hangat ( current affairs), dengan sasaran khalayak seluruh dunia dengan motto " We're gonna on the air June 1, and we're gonna stay on until the end of the world. When that time comes, we'll cover it, play nearer my God to Thee, and sign off"( Whittemore,1990)<br /><br /> Motto itu telah memacu semangat kerja crew CNN sehingga hanya dalam waktu sepuluh tahun, CNN telah mampu menguasai masyarakat dunia. Secar eksklusif, CNN selalu menyajikan karya jurnalistik yang menarik dan relevan bagi khalayak dunia dalam format siaran berita televisi secara live. Peristiwa - peristiwa dan pendapat - pendapat yang terjadi di dunia, bahkan di ruang angkasa. Terhadap berita, CNN ( Ted Turner ) memperlakukannya " to do news like the world has never seen news before."<br />Teman-teman, Inilah informasi tentang berita yang berhasil aku dapat di perpus tadi siang. Mudah-mudahan dapat sampeyan jadikan referensi untuk menelaah berita dengan cermat. Semoga pemahaman saya tentang segi "menarik dan relevan dalam berita" ini tidak menjadi keengganan sampeyan untuk membaca koran.he.he.he keep your spirit for wake up and learn. Angkat gelas dan bersulang.<br /><br />daftar pustaka<br />Wahyudi, JB. Dasar - Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, PT Gramedia Pustaka<br />Utama,Jakarta. 1992.</div>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-20982342112068711192007-09-27T20:58:00.000-07:002007-09-27T21:11:57.858-07:00AHIMSA for Social Change<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjijN-__GlIg4tteRVXxF76dJZ7i2igd5tEm5YszKjX1B3gJSX-FviDLtYdBJeAknfn1lXtP5VH5shyxAoo1eyBAopGeHotuEvSysl2wWOx0FXxDR7o53H25N9LiKbWbhLEcLmNcRdeQ-jd/s1600-h/13e28f1a41bddf9987c8.jpeg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjijN-__GlIg4tteRVXxF76dJZ7i2igd5tEm5YszKjX1B3gJSX-FviDLtYdBJeAknfn1lXtP5VH5shyxAoo1eyBAopGeHotuEvSysl2wWOx0FXxDR7o53H25N9LiKbWbhLEcLmNcRdeQ-jd/s400/13e28f1a41bddf9987c8.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5115102783130481218" border="0" /></a><br /><p class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;">"<i>The weak can never forgive. Forgiveness is attribute of the strong</i>"</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;">-Mohandas K. Gandhi-</span></p> <p class="MsoNormal">Akhir-akhir ini di <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); background: transparent none repeat scroll 0% 50%; cursor: pointer; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;" id="lw_1190952225_0">Myanmar</span> terjadi pergolakan menentang junta militer. Ribuan bhiksu turun ke jalan melakukan longmarch dan berdoa menentang pemerintahan junta militer yang menetapkan kebijakan kenaikan harga minyak 500 persen Agustus lalu. Para bhiksu bersepakat menolak derma dari orang-orang yang berhubungan dengan pejabat junta militer. Pada 19 Agustus, demonstrasi damai dimulai oleh beberapa aktivis namun hasilnya malah tindakan kelewat tegas dari aparat keamanan, bahkan 100 orang lebih ditahan. Aksi tidak berhenti , justru semakin menguat dengan dukungan dari ribuan bhiksu dan pemimpin oposisi <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" id="lw_1190952225_1">Aung San Suu Kyi</span> . Masyarakatpun mendukung para bhiksu yang dianggap masih mampu menyuarakan nasib mereka akibat pemerintahan junta militer yang menindas. Aksi-aksi yang digelar selama 10 hari terakhir melibatkan ribuan masyarakat yang turun ke jalan untuk melakukan longmarch dan berdoa di beberapa pagoda. Aksi protes itu juga telah meluas di tujuh provinsi di <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" id="lw_1190952225_2">Myanmar</span>.</p> <p class="MsoNormal"><br /> Namun padai Rabu, 26 September kemarin represi dari aparat militer semakin meningkat pula. Setelah mengeluarkan larangan protes , aparat mulai melakukan tindakan-tindakan represif dengan menangkap, melepaskan gas air mata dan menembaki para demonstran dan bhiksu yang berdoa di pagoda Shwedagon dan Sule. Empat orang tewas dan lebih dari 100 orang cedera. Peristiwa ini mengingatkan banyak orang pada kejadian tahun 1988 di <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" id="lw_1190952225_3">Myanmar</span> , dimana militer menembaki para demonstran (mahasiswa dan bhiksu) secara membabi buta hingga menewaskan lebih dari 3000 orang. </p> <p class="MsoNormal"><br />Peristiwa ini mungkin baik sebagai sarana pembelajaran kita tentang gerakan aktif tanpa kekerasan. Bagi saya , peristiwa ini semakin menegaskan kenyataan bahwasanya kekerasan adalah SATU-SATUNYA cara rejim yang menindas melanggengkan kekuasaannya. Dengan kekerasan diharapkan mereka yang menentang menjadi takut dan diam. Dengan kekerasan diharapakan mereka setiap orang menjadi jera.Memang sedemikian sederhana logika kekerasan . Yang ditindas tidak akan melawan atau justru melawan dengan cara yang sama. Yang dengan begitu akan menjadi pembenaran bagi rezim penindas untuk melakukan kekerasan yang skalanya lebih besar. Di sinilah daya juang penggerak aktif tanpa kekerasan mendapatkan tempatnya. </p> <p class="MsoNormal"> Maka , sembari memprihatinkan dan berjuang memperbaiki situasi di negeri kita yang masih berlepotan dengan tindakan kekerasan,mari berdoa juga untuk saudara-saudara kita di <span style="border-bottom: 1px dashed rgb(0, 102, 204); cursor: pointer;" id="lw_1190952225_4">Myanmar</span>.</p><p class="MsoNormal">Salam<br /></p> <p class="MsoNormal"><br /></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-43067778591173412422007-09-26T01:02:00.000-07:002007-09-26T01:08:52.160-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSYFDJgaIzo64fBelpTMoyHBYo0T_cKogfhsXQF33mlEAVMwT8ZamgXNN5OuKwaggUsPrsG8L4fqTHOAfQnuWaXbMIhcWONxqh7ID66pbvctJzJ1qCWZ8Xj3BN7p6GLK7_zZlUvhP_fslo/s1600-h/narsis2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSYFDJgaIzo64fBelpTMoyHBYo0T_cKogfhsXQF33mlEAVMwT8ZamgXNN5OuKwaggUsPrsG8L4fqTHOAfQnuWaXbMIhcWONxqh7ID66pbvctJzJ1qCWZ8Xj3BN7p6GLK7_zZlUvhP_fslo/s400/narsis2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5114421708691517970" border="0" /></a>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-74726016209016534272007-09-26T00:55:00.000-07:002007-09-26T01:01:19.218-07:00Utopia Sebuah Kultur Perlawanan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrmeZTxT0438rgDttrfxUR2vQwN2vU-u8l-2nQxps7pY6IUIVNXyjDn2llSj_LvcORNkCP4X1_S0hKEW9XIaP5fwLDRmZP2-aOFzyMpW0Iu9WjIpQplpOG89T6-kgQCz-vEU26SNPz-kD9/s1600-h/cocktail_bg.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 272px; height: 402px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrmeZTxT0438rgDttrfxUR2vQwN2vU-u8l-2nQxps7pY6IUIVNXyjDn2llSj_LvcORNkCP4X1_S0hKEW9XIaP5fwLDRmZP2-aOFzyMpW0Iu9WjIpQplpOG89T6-kgQCz-vEU26SNPz-kD9/s400/cocktail_bg.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5114419526848131570" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;font-family:arial;"><span style="" lang="SV">Kultur perlawanan adalah sesuatu yang menjadi sangat hip, karena ia percaya bahwa inilah alat terakhir bagi revolusi dalam sebuah masyarakat konsumer. Inilah ‘ideologi resmi’ yang menggerakkan banyak kultur perlawanan dimana-mana. Tapi sesungguhnya, ideologi semacam ini hanya menyembunyikan masalah yang demikian kompleks yang tak akan dapat selesai hanya dengan satu sapuan saja. Tak peduli seberapa besar semangat perlawanan terhadap status-quo yang dimiliki oleh kultur ini, ia masih menyembunyikan fakta bagaimana para pelakunya tak mampu menciptakan sebuah kondisi bagi mereka sendiri yang dapat mentransformasikan bentuk eksploitasi tradisional dalam masyarakat kapitalisme lanjut. Tidak jarang, para pelakunyalah yang berbalik mengkomodifikasikan kultur tersebut sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;font-family:arial;"><span style="" lang="SV">Problem terbesar dari industri kultur alternatif adalah ketiadaan ‘kriteria politis’ dimana kita dapat membedakannya dengan industri kultur lainnya. Dalam tataran paling dasar, semuanya memiliki satu agenda yang jelas: menghasilkan uang. Tapi ini juga bukan bermaksud mengabaikan tujuan-tujuan politis yang dimiliki oleh beberapa pihak seperti membangun sebuah kultur kontra-hegemoni yang dimunculkan dalam beberapa genre musik, yang menempatkan otoritas politik dan norma-norma kultural sebagai sesuatu yang patut dipertanyakan, yang apabila mungkin pada saatnya akan mendelegitimasikan status-quo. Dalam industri kultur, apapun kontradiksi yang terjadi, ia hanya akan menjadi sebuah dentingan ide segar, terlebih lagi di dalam sebuah masyarakat yang didominasi oleh prinsip jual-beli, dimana semakin individu terpisah dari komunitas sekitarnya menjadi sesuatu yang semakin baik. Masalahnya, misalnya dalam kultur perlawanan punk, walaupun pesan yang dibawa oleh musik tersebut sangatlah revolusioner, basis ekonominya sama sekali tidak. Untuk membuatnya lebih jelas, politik ekonomi yang dimiliki oleh banyak label rekaman—termasuk yang mengaku alternatif—sama sekali tidak berkaitan dengan ide yang dihasilkan oleh para artistnya. Ini adalah sesuatu yang selalu terjadi berulang kali dan menjadi perdebatan panjang di kalangan label, band, ataupun individu yang bergerak dalam kultur ini. Label-label rekaman independen yang kecil, menjual revolusi, tapi hanya hingga batas-batas tertentu, karena apabila mereka melangkah lebih jauh, ini masih menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;font-family:arial;"><span style="" lang="SV">Kebanyakan label-label independen masih bergantung pada kemauan baik para pengelolanya, yang jelas hanya mendapatkan uang jauh di bawah standar dan nyaris selalu bekerja overtime, yang memiliki kemauan untuk terus berkecimpung di dalamnya karena mereka memiliki visi politis yang besar, yang tampil secara implisit dalam tiap ‘produk’ rekaman yang mereka hasilkan. Hal ini masih menjadi sebuah langkah yang dapat dipahami, karena di Indonesia memang masih sangat sedikit ruang-ruang bagi mereka untuk berbagi perspektif ideologis dan politis. Yang membuat kultur perlawanan menjadi sebuah komoditi yang sangat berharga dimana para pengelola industri kultur alternatifnya bersedia mengorbankan waktu dan uangnya demi menghasilkan produk, adalah karena sangat sedikit kesempatan di tengah masyarakat Indonesia untuk mengekspresikan hasrat pemberontakan mereka serta memiliki audiens yang benar-benar memperhatikan mereka saat mereka melakukan hal tersebut. Banyak orang-orang radikal yang beraktifitas dalam label-label rekaman independen melakukan hal-hal di atas tadi karena mereka berpikir bagaimana caranya agar pesan mereka dapat diperdengarkan, karena mereka juga tahu benar bahwa tak ada orang lain lagi yang akan memperdengarkannya apabila bukan mereka sendiri yang melakukannya. Apa yang membuat mereka terus ada disana? Apakah hal ini adalah sekedar tentang bisnis yang membuat remaja, artist dua puluh hingga tigapuluhan, musisi dan pelaku kultur perlawanan terlibat dalam eksploitasi kerja yang tak pernah berakhir?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-68307587896020274522007-09-26T00:47:00.000-07:002007-09-26T00:54:23.425-07:00Aku Beli I-Pod, Maka Aku Ada<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJP5mpHfZAulvI6kajGBqTdVrCIMRPFWkQXSvs0edJnu78VeG1VRzSP2bK5TGabEP4uw1IB07FmAiZhARnYD1j2E5DMWQFG_PcdtCQWQuG7-p4vBr8K8Lo5RIwhgbFH0fAnwbMsln7xN1B/s1600-h/Life_is_Random__by_randomKhat.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJP5mpHfZAulvI6kajGBqTdVrCIMRPFWkQXSvs0edJnu78VeG1VRzSP2bK5TGabEP4uw1IB07FmAiZhARnYD1j2E5DMWQFG_PcdtCQWQuG7-p4vBr8K8Lo5RIwhgbFH0fAnwbMsln7xN1B/s320/Life_is_Random__by_randomKhat.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5114417744436703714" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV">Sampeyan yang tinggal di kota besar di Indonesia, pasti sudah tidak asing lagi dengan institusi bisnis bernama Mall. </span><span lang="EN-US">Bangunan teatrikal itu seolah menjelma menjadi fasilitator bagi para konsumen untuk merealisasikan dirinya untuk memenuhi hasrat pemenuhan </span><st1:city><st1:place><span lang="EN-US">gaya</span></st1:place></st1:city><span lang="EN-US"> hidup, bukan kebutuhan hidup lagi. Pada masyarakat urban kontemporer, dimana budaya pop yang kian tak terbendung memenuhi relung – relung kehidupan mereka, Mall hadir dengan kemolekannya, menawarkan berhala-berhala baru bernama Nike,Nokia, I-Pod, </span><st1:place><st1:city><span lang="EN-US">Georgio Armani</span></st1:city><span lang="EN-US">, </span><st1:state><span lang="EN-US">Victoria</span></st1:state></st1:place><span lang="EN-US">’s Secret,Levi’s dan bermacam-macam barang global lainnya.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span lang="EN-US"><span style=""> </span>Perlahan-lahan Mall menjelma menjadi sebuah agen difusi, menjadi sebuah ruang kelas, yang di dalamnya manusia abad ke-21(termasuk saya dan sampeyan), bebas mempelajari seni dan keterampilan untuk menghadapi peran baru mereka yang sentral sebagai konsumer masa depan. </span><span style="" lang="SV">Mall tidak lagi menjadi sekedar tempat untuk transaksi berang dan jasa. Mall mempunyai fungsi sebagai cermin citra sebuah masyarakat. Maka belakangan ini, banyak bermunculan anak-anak Mall(termasuk saya dan sampeyan lagi.he.he), yang dulunya mereka dibesarkan dengan kesumpekan pola pendidikan nilai ala Soeharto melalui P4 dan Pendidikan Moral Pancasila untuk menyeragamkan identitas bangsa timur yang ramah tamah.<span style=""> </span>Mereka kini tumbuh untuk mencari sebuah konformitas, di tengah-tengah tekanan dan tatanan identitas tertentu yang dihasilkan oleh konteks hidup sosial budaya publik. Mall menjadi tempat dimana setiap orang bisa mengaktualisasikan gaya hidupnya, tempat setiap orang mencari identitasnya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style=""> </span>Melalui Mall, seorang Anak Baru Gede bisa mendapatkan eksistensi berlebih dibandingkan teman sebayanya dengan membeli sebuah I-Pod. Pola semacam ini tidak muncul serta merta karena hidup kita sehari-hari sudah sangat diatur oleh sistem konsumsi. </span><span style="" lang="FI">Apa yang kita beli, kita konsumsi sehari–hari, menjadi identitas untuk menyatakan pada orang lain siapakah kita ini. Semakin tinggi kemampuan konsumsi seseorang, semakin terhormatlah ia di depan orang lain. </span><span style="" lang="SV">Konsumsi atas barang dan jasa serta penguasaan materi tertentu sudah tidak mempertimbangkan unsur utilitarian lagi. Konsumsi akan sebuah produk (katakanlah I-Pod) bisa menimbulkan citra dan makna tertertu, misalnya lebih gaul, lebih funky, lebih melek teknologi, lebih cool, lebih terhormat dan lain sebagainya. Pada tahap ini, nilai – nilai yang terkandung dalam diri manusia menjadi kosong. Nilai – nilai itu tergantikan seiring barang yang dibelinya itu.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style=""> </span>Mall bisa juga menjadi tempat orang belajar demokratisasi gaya hidup. Orang bebas memilih barang-barang yang akan dibelinya. Tentu saja barang-barang yang bisa mencitrakan gaya hidup, sementara barang-barang itu didesain sedemikian rupa oleh produsen melalui <i style="">credo</i> kapitalisme global, sehingga seolah-olah bisa berteriak : ”Beli...Beli...Beli....agar kamu bisa berpartisipasi...” Disinilah letak demokrasi dalam sebuah konteks antidemokrasi. Mall merenggut objek dari dunia orisinalitas objek itu sendiri. Objek-objek yang terpampang manis di etalase seolah menjadi objek virtual dengan hadirnya pemaknaan akan sebuah gaya hidup modern-kosmopolit. Mall tidak hanya menciptakan produk dan kebutuhan, ia juga mengelompokkan masyarakat ke dalam identitas-identitas berdasarkan gaya hidupnya, seperti eksekutif muda, cewek modis, pria metroseksual, dan tentu saja anak-anak mall. Maka ungkapan Rene Descartes tentang eksistensi/keberadaan menjadi agak melenceng menjadi : <i style="">Aku Beli I-Pod, Maka Aku Ada</i>. Inilah eksistensi simulakrum, melebihi eksistensi yang sebenarnya. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></span></p>suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9079542187480521056.post-16800748211128904912007-09-18T22:21:00.000-07:002007-09-18T22:22:52.791-07:00Pendidikan Kekerasan Ala Monitor 14 inchGeorge Gerbner, pencetus teori Kultivasi, melihat pengaruh kekerasan yang ditayangkan televisi bagi khalayaknya. Hasil penelitiannya menunjukkan efek kultivasi, atau penanaman realitas, pada penonton heavy viewers. Penonton yang tergolong pecandu berat televisi ini menganggap bahwa realitas televisi tak berbeda dengan realitas di dunia nyata. Artinya, mereka menganggap bahwa pemberitaan perang, kriminalitas, dan konflik para pesohor di televisi ialah realitas dunia yang sesungguhnya. Televisi tidak sekadar memberikan pengetahuan, atau melaporkan realitas peristiwa. Lebih dari itu, televisi berhasil menanamkan realitas bentukannya ke benak penonton. Mungkinkah efek media dibesar-besarkan Gerbner dengan Teori Kultivasinya? Sah-sah saja jika praktisi dan pemilik media massa mempertanyakan ini. Namun, dari sekian banyak teori tentang efek media, sedikit sekali yang mengabsahkan tayangan bertema kekerasan di media.<br />Bagaimana dengan pengaruh "kekerasan" dalam program televisi terhadap anak-anak di Indonesia? Media massa beberapa kali memunculkan pemberitaan seputar kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. Pihak media memang bisa berkilah bahwa apa yang mereka tampilkan dalam tayangan kriminalitas berbeda jauh dengan VCD -televisi sebagai medium berita bukan VCD player atau VCD rental. Tapi, bukankah tidak sedikit pula adegan percintaan remeh temeh sejenis yang juga ditampilkan di media lewat program hiburan, informasi, atau film-film yang luput dari sensor media? Jika agresivitas seksual bisa diinspirasi oleh adegan yang tampak di layar kaca --dari manapun sumbernya-- bukan tidak mungkin jika tayangan informasi kriminalitas di televisi juga menginspirasi modus operandi untuk bertindak serupa!<br />Kecemasan yang berlebihankah ini? Boleh jadi. Asumsi yang mengambinghitamkan media massa sebagai sumber perilaku agresif kerap dikritik pula karena terlampau menyederhanakan atau menafikkan faktor-faktor lain yang tidak kalah potensial dalam memicu perilaku agresif. Misalnya faktor depresi dan pengalaman traumatik. Tapi, kalaupun peniruan modus operandi kriminalitas dianggap berlebihan, toh efek kriminalitas di televisi tetap saja perlu diwaspadai ketika muncul dalam bentuk desensitisasi kekerasan.<br />Desensitisasi kekerasan, atau penumpulan kepekaan terhadap kekerasan merupakan gejala yang umum terjadi ketika kekerasan tak lagi dianggap sebagai hal yang luar biasa. Maka, tatkala masyarakat diterpa oleh informasi kekerasan, dan menganggap realitas media tak beda dengan realitas nyata, perilaku kekerasan pun disahkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti itulah kiranya yang terjadi, ketika masyarakat ramai-ramai menghakimi pelaku kriminalitas. Memukuli maling sampai mati, membakar hidup-hidup orang yang dicurigai sebagai perampas ojek (yang ternyata bukan pelaku sesungguhnya!), mengarak dan menggunduli (belum termasuk penyiksaan fisik) anggota masyarakat yang dicurigai melakukan perselingkuhan, dan sebagainya.<br />Kalau dahulu banyak yang takut melihat pertumpahan darah, dengan adanya gejala desensitisasi kekerasan, maka darah dan kekerasan menjadi hal yang biasa. Anak-anak ramai-ramai menonton pertunjukan kekerasan ini, kadang malah turut berpartisipasi. Kita patut bertanya, pelajaran berharga apa kiranya yang bisa diperoleh dari pertunjukan kekerasan semacam itu?suarahimsahttp://www.blogger.com/profile/02537486425097190778noreply@blogger.com3