Friday, 29 May 2009

Menghibur Diri Sampai Mati

Hampir tiap hari, tayangan hiburan kelas teri selalu menghiasi pertelevisian kita. Pagi-pagi, setelah kita menyaksikan siaran berita untuk mengetahui kejadian terkini di ranah regional,nasional dan global, lha kok tanpa jeda (kecuali iklan) langsung disambut dengan infotainment, yang selalu up to date dengan info-info seputar kehidupan selebritis di negara ini. Panggung hiburan memang tak pernah sepi. Tiap hari, tayangan ini selalu muncul dengan kemasan yang glamour sekaligus merakyat, mencoba menyapa pemirsa televisi Indonesia. Mulai dari percekcokan rumah tangga Ahmad Dhani, Roy Marten yang kembali ditanggap gara-gara narkoba, hingga masalah sepele, seperti koleksi parfum mas Marcell Chandrawinata. Urusan sekecil itu,dalam bisnis hiburan merupakan ‘berita’ yang berdaya jual. Kadang saya merasa sangat dibodohkan dengan mau mencermati urusan bau ketek mas Marcell yang coba diatasi dengan koleksi parfumnya itu..

Tanpa henti para produser acara-acara seperti ini terus mengembangkan inovasinya dalam hal keakuratan pemberitaan. Mereka mencoba menampilkan berita-berita paling handal untuk dijadikan referensi untuk nggosip. Padahal, pada kenyataannya untuk mendapatkan materi liputan tidaklah terlalu sulit. Cerita dan drama mengenai manusia tidak akan ada habis-habisnya. Sudah seperti melekat pada kebanyakan manusia, bahwa mereka suka gosip. Sementara kehidupan sehari-hari masyarakat kontemporer ini, yang dibentuk oleh konstruksi citra, image, perburuan pada hal-hal sepele, telah melahirkan drama kehidupan yang tak kalah seru dibanding sinetron-sinetron yang dibintangi oleh para artis itu sendiri.
Korban terbesar adalah ibu-ibu rumahtangga yang tercekam perhatiannya, sambil mereka menyeterika atau memasak di dapur atau momong bayi atau ngemil di kasur, menikmati gosip selingkuh di kalangan artis, kawin-cerai mereka, bertengkar dengan keluarga, lha wong bangun tidur pun seorang artis jadi berita. Serbuan tampilan visual ini bersinergi dengan ke-emoh-an masyarakat untuk berpikir kritis. Media yang seharusnya mempunyai fungsi sebagai sarana civic education menjadi lenyap, ketika logika rating mengambil alih semuanya.

Angka -angka kuantitatif yang dihasilkan people meter tampaknya menjadi tolok ukur yang disucikan dan menjadi acuan bisnis televisi. Apabila rating tinggi, maka secara otomatis pengiklan akan berbondong-bondong memasang iklannya pada acara yang dibilang prime time itu. Sepertinya, cukong-cukong bisnis TV ini punya pemikiran : Gak usah susah-susah bikin acara berkualitas apalagi berbiaya mahal, bikin yang kelas teri aja ratingnya bisa tinggi, ngapain repot ? Dengan begitu kantong uang terisi dan kekayaan terakumulasi. Kualitas acara hanya dirangkum dengan angka-angka, yang keakuratannya tidak jelas,karena selama ini perusahaan media research yang ternama cuma itu saja dan tanpa audit dari lembaga publik independent. Prinsip kerjanya ya tau sama taulah. Kalo misalnya minggu ini sebuah acara di stasiun TV A mendapat rating tinggi, maka minggu berikutnya yang kebagian jatah rating tinggi adalah acara di stasiun TV B. Jadi kesannya kayak trofi bergilir…kayak gini kok ya dijadikan acuan…how come?

Kenyamanan dan kursi hiburan yang digelontorkan oleh media massa seakan - akan membuat orang modern menjadi malas. Kegairahan berpikir manusia modern jadi mandul, karena otak telah terstimulasi oleh sajian-sajian rekreatif seperti musik,film,fashion,tempat hiburan dan kecanggihan teknologi yang terus meninabobokan. Seandainya tidak ada biro-biro iklan yang dengan cekatan mampu membidik orang-orang dengan energi kreatif pada kisaran usia antara 15-30 tahun, pasti akan lain ceritanya. Pasti orang-orang muda ini mampu menciptakan gerakan tandingan anti-konsumerisme seperti The Space Hijackers di Inggris sana (penasaran khan, coba sampeyan browse sendiri..he.he) Coba sampeyan bayangkan saja, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, ada puluhan jenis produk hiburan yang bisa kita temukan dalam kotak televisi, area hotspot yang menjadikan koneksi internet menjadi gratis,belum di kotak pemutar musik I-Pod, fasilitas Handphone 3.5G dan artefak-artefak lain yang so called gadget mutakhir. Tanpa kita sadari, kita telah masuk dalam sebuah ranah yang saya sebut Disneyland In My Gadget.he.he.

Dengan alat-alat inilah para manusia posmodern mampu menciptakan private space senyaman ruang pribadi di rumah dalam mengakses hiburan. Tampaknya para produsen alat-alat canggih ini telah menyewa seorang futurolog yang mampu memprediksikan kebutuhan akan hiburan manusia-manusia canggih ini. Orang yang tak suka dengan tantangan intelektual yang serius, atau malas memikirkan gagasan-gagasan yang tak biasa, atau sudah merasa nyaman dengan apa yang ada, menjadi sasaran empuk para produsen-produsen hiburan. Tak bisa dipungkiri, saya terdaftar dalam rombongan orang-orang itu. Bagaimana dengan sampeyan?he.he.he.

Dunia hiburan seolah-olah mempunyai kekuasaan simbolik. Kekuasaan simbolik inilah yang kemudian muncul dalam ikon-ikon seperti I-Pod, MTV, Mc Donald, Hollywood, YouTube, Sinetron, Infotainment dan produk-produk hiburan lain. Menurut Pierre Bourdieu, kekuasaan simbolik adalah kekuasaan yang dapat dikenali dari tujuannya memperoleh pengakuan. Artinya,sebuah kekuasaan yang memiliki kemampuan untuk tidak dapat dikenali bentuk aslinya, kekerasannya dan kesewenang-wenangannya. Untuk mempertahankan dominasinya, kekuasaan simbolik sering menggunakan bentuk-bentuk lain yang lebih halus agar tidak dikenali,inilah yang membuat kelompok yang terdominasi sering merasa tidak keberatan untuk masuk ke dalam sebuah lingkaran dominasi. Dari pembahasan diatas dapat dilihat bahwa beberapa masalah yang mengikis kekritisan berpikir masyarakat adalah represi pemikiran yang menyebabkan hegemoni pelaku bisnis dan negara terhadap warga masyarakat. Kesadaran kritis masyarakat harus diciptakan agar dapat meproduksi sebuah pemikiran ”dua arah” terhadap sebuah informasi yang bersifat doktrinal sampai hegemonis.

Image - image yang bertebaran dalam dunia hiburan itu seolah-olah menjawab keinginan kita akan sebuah dunia tanpa keluhan. Image itu tampil berwarna-warni, membuat mata sejuk, hati senang dan perut kenyang. Sayangnya, secara tak sadar kita terjebak dan bahkan kecanduan untuk menghibur diri kita terus menerus. Apabila kita sudah sampai pada tahap dimana kita rela meluangkan waktu untuk berlama-lama di depan layar TV, menikmati masakan-masakan dengan logo yang sudah mengglobal, pergi berbelanja sampai kaki pegal dan tagihan kartu kredit membengkak, memanjakan diri pergi ke spa dan salon kecantikan atas nama gaya hidup metroseksual dan trendy, maka secara tidak langsung kita dikuasai oleh penguasa baru bernama “imperium kebudayaan pop”. Bentuknya ya hiburan-hiburan yang sangat akrab dengan keseharian kita. Ah, ngapain berpikir kritis, sudah ada yang mau memikirkan masalah-masalah pelik di negeri ini…mending nonton Infotainment yang isinya parodi-parodi konyol manusia pada jaman serba cepat dan borderless ini…sepertinya magnum opus-nya Neil Postman, tepat bila saya jadikan judul tulisan ini : Amusing Ourself To Death.


Thursday, 28 May 2009

Women Fashion

Fashion is a term so popular today that I found no reason to explain it to you. So let's come to the point. Whenever we talk about fashion, the first image that flashes in our mind is the image of a woman. Indeed, they are women alone who are most closely associated with fashion. However, in today's world, men are also not in isolation from fashion. But, studies reveal that the craving for fashion is much intense in women than anyone else. Women nowadays are more particular than men when it comes to fashion. That is why women’s boutiques are more common than men’s in every city. Every woman likes to plan their social outings around their outfit, attire and accessories. They spend a lot of time and money searching for the boutique that will have the dress that is simply perfect for them. Women are very fussy when it comes to what they wear. They won’t usually wear what is not in style; they would always be updated with the fashion trend. And with the trend shifting almost every year, so do the variety of clothes that women buy. So every boutique and fashion clothing store should always be well-run with the changes in style and trends so that they will not be left behind in the business.

These days, you can see an increasing desire to go green. Many superstars take great pride in showcasing their eco-fashion clothes. Others have even resorted to shocking advertisements in order to draw attention to the exploitation of animals in producing fashionable clothes. With all the negativity associated with it, fashion, as we knew it, is slowly undergoing a revolution. Many upscale retailers are also happy to house these products. That is why many designers are producing striking designs, styles and colors in eco-friendly clothes. With all this activity, the emerging green ‘belt’ of the world is undoubtedly catching the attention of many, many people.

Always remember that it is not at all easy to buy women's fashion and accessories in a short span of time. Lot of devotion is required to choose everything matching for a woman, as this helps to further brighten the beauty of a woman. Choosing women's fashion accessories designed by some of the well known and talented designers can surely make women feel on the top of this world. If you want to see the special women of your life dressed with beautiful accessories then buy some exclusive accessories for her. Look for traditional and contemporary accessories, as both look fantastic once women wear them.

Online Shopping could never be more systematic and easy. After you find the product you want to buy, we provide you with exact Item details like designer, fabric details, size info, shipping, and easy returns info. Always having a fantastic appearance is not the only criteria to judge a person, but it is surely one that is most practiced. Business skills and experience count, but so does your dressing sense. Happy shopping.

Friday, 12 September 2008

Fenomena Mudik


Dalam waktu dekat ini, penduduk di kota-kota besar akan berbondong-bondong pulang ke kampung halamannya masing-masing untuk menyambut dan merayakan hari raya Idul Fitri. Saat akhir Ramadan alias menjelang Idulfitri masyarakat kita selalu melakukan tradisi mudik Lebaran. Tradisi mudik ini menarik untuk kita cermati. Mudik menjadi identitas dan agenda tahunan yang lekat dengan kita. Lantas mengapa masyarakat tetap rela bersusah-susah diri menjalankan tradisi ini? Fenomena tersebut memperlihatkan betapa kuatnya hubungan batin antara penduduk yang hidup di kota dengan penduduk di desa, walaupun telah ratusan hari atau tahunan berpisah. Budaya mudik Lebaran tetap saja lestari.
Kerinduan akan nilai-nilai lokal, kekhasan, dan sejarah masa lalu yang hanya diperoleh di kampung halaman, yang seolah mengharuskan masyarakat untuk mudik. Segala hambatan dan keluh-kesah selama perjalanan mudik seolah lunas terbayar begitu sampai di kampung halaman dan bertemu orang tua, keluarga dan kerabat dekat. Romantisme yang begitu dirindukan masyarakat yang merantau inilah yang mendasari keinginan untuk mudik.Romantisme terhadap tanah leluhur itu akhirnya menjadi pemaknaan yang artikulatif dalam Sehingga, mudik ke tanah leluhur bisa jadi wajib hukumnya. Tidak heran jika suku-suku perantau itu mempersiapkannya jauh-jauh hari dengan menyisihkan pendapatan untuk biaya mudik. Bahkan, muncul anggapan mereka bekerja setahun penuh hanya demi mengumpulkan uang untuk mudik Lebaran.
Di kampung halaman, biasanya masyarakat rantau yang mudik berbagi cerita kehidupan masing-masing. Menceritakan kisahnya selama dalam perantauan. Agar dicap sukses, mereka menampilkan perubahan
gaya hidup (life style). Persoalannya, jumlah penduduk yang mudik dari tahun ke tahun semakin bertambah.Mereka seolah ingin menunjukkan hasil jerih payah selama bekerja di tanah rantau kepada orang yang masih di kampung. Sehingga, mereka berharap pujian meluncur dari mulut-mulut orang kampung bahwa tak sia-sia mereka merantau meninggalkan orang-orang tercinta.Yang perempuan menunjukkan suaminya yang ganteng. Begitu pun yang laki-laki menunjukkan istrinya yang cantik. Para keluarga rantau menunjukkan anak-anaknya gaul, berpakaian modis, dan berbahasa lu-gue seperti dilihat orang kampung di sinetron televisi.Perubahan gaya hidup ini di-setting sedemikian rupa agar orang kampung mencitrakan mereka sebagai orang yang berhasil.
Fenomena mudik ini ironisnya memperlihatkan ketimpangan dalam pelaksanaan dan hasil pembangunan nasional. Penduduk desa tidak memperoleh fasilitas sekolah atau lapangan pekerjaan hingga akhirnya mereka pergi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh pendidikan atau lapangan pekerjaan baru.Hal ini secara jelas memperlihatkan adanya kegagalan daerah dalam menampung dan memenuhi kebutuhan penduduknya. Kebijakan pembangunan pusat-pusat perekonomian hanya berpusat di kota-kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Bandung. Medan, dan Makassar telah sangat berhasil menyedot penduduk desa pergi ke kota. Mereka rela hidup di kota berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun hanya untuk "berjudi" dengan masa depan hidup mereka sendiri dan keluarga.
Karena itulah, jangan terlalu heran jika wajah para pekerja atau perantau dihiasi dengan kegembiraan ketika momentum mudik Lebaran tiba. Ketika mereka sampai di kampung halamannya, rasa syukur mereka diperlihatkan dengan beragam simbol dan pernak-pernik Lebaran. Mulai dari menu hidangan, pakaian baru, hingga ucapan selamat hari raya. Perayaan yang berlebihan mengakibatkan kaburnya makna substansial Lebaran. Lebaran hanya dimaknai sebatas sebagai ajang suka-suka dan berfoya-foya dengan menampilkan diri semegah mungkin.
Lebaran akan tampak sangat kontras apabila kita lihat dari sudut pandang kalangan elit. Bagi kalangan elite, mudik Lebaran dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai ajang bersilaturahim dengan sanak keluarga dan untuk rekreasi setelah lama bekerja. Begitu juga bagi kalangan akar rumput, tetapi dengan beberapa perbedaan tingkat kepuasan. Kalangan elite tidak perlu repot-repot antre dan bersesak-sesakan, sedangkan kalangan grass roots harus sabar menunggu giliran. Menginap di terminal atau di stasiun pun ditempuh untuk bisa mudik. Selamat menikmati ritual tahunan yang sangat seru ini.

Friday, 5 September 2008

Mbok ya puasa dulu to pak....


Seseorang yang dituduh korupsi, melakukan penyuapan, masih bisa tampil di sidang dengan dandanan menor, senyum sana-sini, dan dari balik penjara bisa mengatur perkara. Ini karena tidak ada efek jera dari koruptor.Ketika guru menyatakan bahwa korupsi itu haram dan melawan hukum, tetapi apa yang dilihat oleh anak-anak dalam praktik kehidupan sehari-hari? Ya, mereka bisa dengan mudah menyaksikan dengan mata telanjang betapa nikmatnya hidup menjadi koruptor. Hukum menjadi tak berdaya untuk menjerat mereka. Bahkan, mereka bisa bebas melenggang pamer kekayaan di tengah-tengah jutaan rakyat yang menderita dan terlunta-lunta akibat kemiskinan yang menggorok lehernya. Ironisnya, tidak sedikit koruptor yang justru merasa bangga ketika mereka bisa mempermainkan hukum. Jika keadaan mendesak, mereka bisa pasang jurus “sakit pura-pura”. Ketika guru mengajak anak-anak untuk melestarikan dan mencintai lingkungan hidup, apa yang mereka saksikan? Ya, para pembalak dan preman-preman hutan ternyata juga sama saja alias sami mawon.
Hukum seolah-olah telah lumpuh dan tak sanggup menjamah mereka. sebab selama ini para koruptor justru bisa nampang dan senyum-senyum di depan kamera. Hal ini memunculkan image (citra) di depan masyarakat bahwa koruptor itu masih bisa bersenang-senang.Yang membuat prihatin, para koruptor tampil perlente, menor, dan membuat citra koruptor masih bisa tebar-tebar senyum.Semoga saja dengan diberi pakaian khusus, para koruptor akan menjadi malu. Rasa malu ini sangat penting untuk menghilangkan korupsi.Korupsi adalah kasus amat terencana, rapi, dan sistematis dan sering dilakukan oleh orang-orang terpelajar.Sama halnya dengan tikus, koruptor harus diberantas. Ia amat merusak dan membahayakan kehidupan kita berbangsa. Namun, menangkap koruptor amatlah sulit. Terlebih manakala korupsi sudah pula menjadi praktik keseharian aparat peradilan.Mafia peradilanlah yang justru mengatur alur penyelewengan hukum agar para koruptor terlepas dari jerat-jerat keadilan. Mafia peradilanlah, dengan para koruptor, yang akhirnya melahirkan mafia koruptor. Maka, diperlukan inisiatif cerdas dan tegas untuk mendobrak kesolidan mafia koruptor. Inisiatif itu harus disusun terencana, rapi, sistematis, dan pada akhirnya menjebak agar sang tikus koruptor tidak berkutik.
Nilai-nilai luhur hakiki yang disemaikan di sekolah benar-benar harus berhadapan dengan berbagai “penyakit sosial” yang telah berhamburan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.Lha terus gimana? Haruskah kita sebagai orang dewasa ikut-ikutan bersikap permisif dan membiarkan anak-anak larut dalam imaji amoral dan anomali sosial seperti yang mereka saksikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat? Haruskah gambaran tentang citra koruptor dan pembalak hutan yang hidup bebas dan lolos dari jeratan hukum itu kita biarkan terus berkembang dalam imajinasi anak-anak bangsa negeri ini? Gampangnya kata, haruskah anak-anak kita biarkan bermimpi dan bercita-cita menjadi koruptor dan pembalak hutan?
Dihukum susah, dipermalukan susah, diapakan ya enaknya? Mudah-mudahan di bulan ini muncul kesadaran dan keikhlasan yang mendalam terhadap makna puasa yang akan menjadikan seseorang tidak berani melakukan korupsi. Puasa dapat menjadi awal mula pemberantasan korupsi. Dengan tidak melakukan korupsi selama sebulan, diharapkan menumbuhkan kesadaran agar tak melakukannya di bulan lain.Apakah puasa benar-benar bisa menghilangkan “keberanian” para pejabat untuk melakukan korupsi?Kalau puasa yang mereka laksanakan benar-benar ikhlas, mungkin ada harapan korupsi akan terentaskan. Akan tetapi, kalau mereka berpuasa asal-asalan saja, tidak akan mengubah watak mereka yang sudah terjangkiti “keberanian” untuk melakukan tindak korupsi.

Sunday, 8 June 2008

INTROSPEKSI


Imaji akan keberadaan sebuah sejarah penciptaan membuat saya mempertanyakan kakekat manusia. Untuk apa saya dan sampeyan ada di Indonesia ? Apa kita sekonyong-konyong muncul begitu saja menjadi manusia Indonesia? Kalau menurut sejarah, nenek moyang kita ini berasal dari Yunan, China selatan. Ngga usah berpikir terlalu jauh sampai membenturkan teori Darwin dengan sejarah manusia menurut agama formal. Ah, pertanyaan saya yang ngawur ini jangan terlalu ditanggapi. Saya dan sampeyan adalah manusia Indonesia, saya dalam kondisi sadar memahami bahwa saya adalah manusia Indonesia. Apa yang saya lakukan selama ini tetap menggunakan jati diri manusia Indonesia. Predikat ini kalau saya sadari membuat saya bangga. Bukannya saya sok nasionalis tetapi saya coba menempatkan diri di lingkungan geografis Indonesia. Saat ini saya sedang berada di bawah otoritas pemerintahan SBY-JK, sebagai warga negara atau rakyat yang saat ini sedang ‘menikmati’ harga bensin yang baru.

Rentetan peristiwa yang terjadi selama satu minngu ini membuat saya tegang, seperti nonton film action. Dimulai dengan insiden monas yang efeknya terus menggelinding seperti bola salju yang semakin besar dan menimbulkan empati publik. Publik menuntut agar FPI dibubarkan, pemerintah melalui aparat kepolisian ‘bertindak’ walau terlambat, untuk menjemput paksa anggota FPI bersama dengan ketuanya. Reaksi pro-kontra muncul pasca insiden monas, konflik horizontal antar sesama anak bangsa mungkin akan pecah. Tetapi kita berharap tidak demikian jadinya. Integritas nasional harus tetap dipertahankan di atas segala perbedaan. Kejadian-kejadian yang sudah didekonstruksi oleh televisi maupun media cetak itu mencuri perhatian saya dari kenaikan BBM. Beberapa pakar politik menyebut insiden monas sebagai ‘pengalihan isu’, jadi insiden itu bisa saja terjadi karena direncanakan. Ah, ada-ada saja ya…buktinya mana pak?

Melihat, mengamati lalu merasakan fenomena yang terjadi selama sepekan itu membuat saya ingin merenung. Diam, pikiran kemana-mana, bertanya pada diri sendiri, menjawab sendiri pertanyaan yang terngiang-ngiang selama ini. Saya lama sekali tidak merenung. Hiruk-pikuknya dunia, mobilitas orang-orang urban kontemporer yang selalu berkejaran dengan waktu, membuat saya lupa untuk merenung. Kalau menurut mbak Dewi Lestari, waktu yang paling nyaman untuk merenung adalah ketika kita gosok gigi. Yang ada cuma suara gesekan sikat dengan gigi, hiruk-pikuknya dunia di luar sana sama sekali tidak terdengar. Mulut terasa dingin karena pasta gigi dengan aroma mint, tak mampu berkata-kata. Pikiran kemana-mana, mulai menata ulang hari yang baru saja kita lewati.

Saya mulai menggugat kenyamanan berpikir. Selama ini saya berpikir : “Mikir yang nyata-nyata saja susah kok, ngapain sok mikir yang abstrak?”. Lha inilah yang disebut orang dengan berfilsafat. Mempertanyakan segala hal di luar kebenaran yang sudah menjadi konvensi publik. Plato mengatakan bahwa dunia sesungguhnya adalah dunia ide yang berisikan bentuk-bentuk ideal sebagai prototipe dunia empirik. Argumen itu ditolak muridnya, Aristoteles, yang mengatakan bahwa dunia empirik adalah kenyataan sesungguhnya dimana bentuk-bentuk ideal (esensi) tidak terlepas darinya. Walaupun Plato dan Aristoteles memiliki penjelasan yang berbeda tentang dunia sesunguhnya, mereka sepakat bahwa dunia sesungguhnya adalah tujuan aktivitas intelektual manusia. Saya lalu mencoba mengarungi medium yang penuh dengan centang-perenang makna Wah…rasanya seperti melambung tinggi…terlontar dari bangku taman. Ini yang membuat saya terlontar : ketika tatanan ekonomi dunia menyeret Indonesia pada sebuah logika pasar, apa yang ‘akan’ bisa kita lakukan ?

Ngomong-omang soal harga minyak dunia, sampai jumat kemaren (6/6) mencatat harga simultan. Lonjakan harga ini disebabkan adanya kekhawatiran akan munculnya konflik baru di timur tengah, menyusul komentar seorang pejabat tinggi Israel tentang serangan ke Iran. Sampeyan perlu tau, minyak jenis light sweet meningkat 10,75 dollar AS per barrel dan ditutup pada 138,54 dollar AS per barrel. Kenaikan ini dipicu melemahnya dollar AS setelah bank sentral Eropa menikkan suku bunga. Keaadaan ini diperparah dengan ungkapan wakil perdana menteri Israel Shaul Mofaz yang menegaskan akan menyerang Iran apabila tidak menghentikan program nuklirnya. Harga minyak dunia memang sedang melonjak. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi kita, manusia Indonesia. Selama ini pemerintah merasa masa bodoh dengan subsidi yang salah sasaran. Apa sampeyan rela, orang-orang yang punya mobil SUV ikut merayakan subsidi premium ? Apa sampeyan rela, orang yang tinggal kentut saja duitnya keluar, tetap mendapatkan subsidi ?

Fenomena yang jelas terjadi adalah orang-orang yang tidak masuk dalam kategori miskin masih menikmati subsidi BBM. Sebagian besar subsidi tersebut salah arah. Subsidi itu seharusnya murni diberikan kepada mereka yang untuk bertahan hidup saja susah. Sedangkan bagi pemilik mobil pribadi atau milik instansi pemerintah, pajaknya dinaikkan saja sampe 500 persen, misalnya. Jika kita anggap pajak 100 persen itu masuk ke Pendapatan Asli Daerah, 400 persen sisanya masuk APBN. Menurut sampeyan mungkin nggak? Menurut saya ini bisa jadi alternatif. Mekanisme untuk sistem pajak baru itu perlu disiapkan. Nah, dengan pajak yang tinggi, orang akan mikir untuk beli mobil. Infrastruktur transportasi massal perlu dibenahi, biar orang mulai bermobilitas menggunakan sarana transportasi massal ini. Kalau benar-benar diterapkan, pemerintah khan mendapat tambahan duit dari pajak mobil ini, jadi bisa mengkaji ulang kebijakannya menaikkan BBM. He.he. realistis sajalah mikirnya, apapun yang dituntut mahasiswa dalam setiap aksi demo selalu dianggap kentut sama pemerintah. Apapun yang terjadi, the show must go on. Kita harus tetap melanjutkan hidup dalam kondisi apapun. Mari kita bertahan dengan memikirkan alternatif agar bisa menekan konsumsi BBM, salah satunya dengan bersepeda ke tempat yang ngga terlalu jauh dari rumah. Kalo jauh ya naik angkot. Bersepeda di zaman ini lebih trendi daripada naik mobil lho.he.he.he

Friday, 30 May 2008

Kenaikan BBM yang Benar-Benar Menyiksa




Harga minyak mentah dunia yang naik secara simultan menyebabkan beberapa negara termasuk Indonesia harus ikut menaikkan BBM agar bisa menekan laju inflasi. Tata dunia yang ada sekarang ini lebih dikuasai oleh kapitalisme yang amat liberal. Demi logika pasar, semua kebijakan bisa ditempuh dengan mengesampingkan semua logika yang berasal dari masyarakat miskin. Kapitalisme inilah yang sekarang menguasai kehidupan politik dengan menggunakan argumen pro-pasar. Negara mulai dipangkas fungsinya untuk melindungi kaum miskin. Seperti lagu lama yang terulang kembali, kenaikan BBM seperti menjadi sebuah ode pengantar untuk memasuki sebuah keterhimpitan dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari bagi rakyat Indonesia.

Kebijakan yang tidak populer di mata rakyat inipun menuai protes dari berbagai kalangan mulai elit politik dari partai oposisi di DPR, mahasiswa sampai sopir angkutan kota. Mereka menuntut agar kenaikan harga BBM dibatalkan. Oh…betapa mudahnya mereka menyampaikan aspirasi tanpa studi wacana mendalam terlebih dahulu. Pokoknya tolah kenaikan harga BBM. Kalau ditanya balik : “Apa yang akan sampeyan lakukan jika sampeyan berada di posisi saya(pemerintah) menghadapi ancaman resesi global ini?, atau apakah sampeyan punya alternatif lain untuk mengurai masalah yang rawan ini ?, punya ide ato ngga?, kalo punya ayo dialog!” Saya yakin, diantara orang-orang reaksioner itu tidak ada yang berpikir ke depan dan mungkin tidak bisa menjawab. Hell no! Fenomena demonstrasi hanya merupakan letupan sesaat dan hanya menjadi euphoria heroisme yang memenuhi dada.

Tindakan anarkis menjadi pemandangan “biasa” yang setiap hari berseliweran di TV. Aksi-aksi yang seharusnya mengusung agenda penolakan tarif BBM mengarah kepada aksi yang tak terkendali. Kembali ke tujuan awal aksi demonstrasi yang seharusnya mengkomunikasikan pesan, menyuarakan aspirasi, menuntut penguasa untuk merevisi kebijakannya, akhirnya hanya menjadi sebuah pembenaran belaka untuk melakukan tindakan kekerasan. Berita TV yang kadang tidak mengcover sebuah peristiwa dari dua sisi, sering menggiring argumentasi pemirsa ke arah pemihakan kepada kelompok tertentu. Saya pribadi tetap berpihak pada rakyat. Karena saya tahu betul rasanya menjadi rakyat.

Tapi, apakah dengan mengatasnamakan rakyat, tindakan pengeroyokan terhadap polisi bisa dibenarkan ? Apakah mencorat-coret mobil plat merah dengan pylox bisa dibenarkan ? Apakah memblokir jalan raya yang seharusnya menjadi sarana publik bisa dibenarkan ? Saya kira tidak demikian. Mereka yang melakukan aksi itu gagal untuk gagah dalam membela rakyat. Rakyat yang mana yang simpatik dengan aksi-aksi anarkis seperti itu? Sekali lagi, polisi yang dikeroyok maupun pejabat pemerintah yang “kebetulan” lewat di depan aksi demo itu bukan representasi dari pemerintah yang mengesahkan kebijakan yang tidak pro-rakyat ini. Mereka juga rakyat yang sama-sama menanggung kenaikan BBM ini. Sampai kapan cara-cara konservatif seperti ini digunakan? Apakah tidak ada cara yang lebih smart dan elegan ? Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada mahasiswa, saya mendukung aksi penolakan kenaikan BBM tetapi tidak setuju dengan aksi-aksi mahasiswa yang berbuntut dengan kekerasan. Saya yakin, masih ada mahasiswa yang peduli dengan isu kenaikan BBM ini dan berpikir dari angle berbeda untuk mengurainya.

Bagaimana pun rakyat tidak pernah dapat menolak kebijakan kenaikan harga BBM ini. Apalagi, sikap penerimaan rakyat tidak pernah diimbangi dengan kebijakan yang melindungi kepentingan rakyat. Alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah supaya biaya subsidi bisa diberikan tepat sasaran, yakni kepada mereka yang miskin. Alasan yang dikemukakan ini memang begitu rasional dan logis. Logika yang dipakai oleh pemerintah selama ini bahwa yang menikmati harga BBM tersubsidi hanya orang kaya.
Di negara kita, setiap pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga BBM, selalu muncul pertengkaran dua argumen, argumen penguasa dan argumen rakyat. Kedua argumen itu bertolak belakang dan selalu susah untuk sama-sama memahami. Jika kita berada dalam tempat yang netral, kedua argumen itu akan kita lihat sama-sama rasional, dalam artian bisa dimengerti secara akal sehat. Argumen penguasa menaikkan harga BBM adalah untuk mengurangi subsidi, menempatkan subsidi pada sasaran yang tepat, mengurangi angka kemiskinan.

Dengan perhitungan yang njelimet dan mumet, argumen ini coba disebarkan melalui bahasa-bahasa sederhana dalam iklan televisi pesanan pemerintah. Pemerintah menggunakan "tokoh-tokoh" artis yang dikenal publik sebagai representasi wong cilik. Pemerintah berusaha mencari cela-cela ke mana isu publik bisa dimasuki agar kebijakan kenaikan harga BBM ini bisa dipahami publik. Mereka datang melalui isu subsidi pendidikan, akses kesehatan untuk orang miskin dst. Masalah utama dalam hal ini tentu bukan popular atau tidaknya sebuah kebijakan diambil, melainkan pilihan yang amat mendasar ini harus dilatarbelakangi oleh pertimbangan yang jelas orientasinya. Yaitu pemihakan kepada kaum miskin. Kalau pertimbangan hanya semata-mata demi logika pasar, maka di mana kepedulian pemerintah untuk membela posisi kaum miskin yang sampai saat ini masih saja sengsara?

Argumen tandingan yang dimunculkan rakyat sebaliknya. Kenaikan harga BBM pasti akan menyengsarakan karena selalu diikuti dengan kenaikan harga non-BBM, yang pasti tak bisa dikendalikan secara tegas oleh penguasa. Kenaikan harga BBM pasti bukan untuk mengurangi kaum miskin, malah menambahnya. Lalu siapa pun tahu, the show must go on. Harga BBM selalu naik kendati ditentang. Demonstrasi untuk menentang sering hanya seumur jagung, dan harga BBM yang "mahal", tetap saja dikonsumsi oleh rakyat berapapun harganya. Kendati hal itu pasti tidak akan sebanding dengan kenaikan pendapatan yang mereka hasilkan.

Lalu, apakah dengan naiknya harga BBM, pemerintah bisa memberikan jaminan akan berkurangnya kaum miskin? Inilah yang seharusnya dijadikan pijakan pemerintah pasca-kebijakannya menaikkan harga BBM ini. Dan kini, harga BBM sudah naik. Orang kaya tidaklah terlalu bermasalah dengan kenaikan ini. Orang yang kaya dan jumlahnya sangat kecil di negara kita tidak perlu demonstrasi dan protes, karena dengan pendapatan yang ada sekarang, dipotong subsidi separuh pun, mungkin bagi mereka enjoy saja. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Padahal itulah yang tidak bisa dialami oleh orang miskin. Ketika harga BBM naik, harga kebutuhan untuk pabrik-pabrik pasti meningkat. Tetapi gaji para buruh tentu tidak serta merta dinaikkan, menunggu didemontrasi terlebih dahulu berbulan-bulan, bahkan bila perlu ada korban. Mereka yang miskin adalah mereka yang sudah pasang badan untuk digilas.

Wednesday, 21 May 2008

Kisah Flannel dan Jeans Sobek

Trend berpakaian merupakan sebuah attitude, ekspresi diri dan manifestasi ide dari pemakainya. Trend berpakaian akan selalu menjadi panorama urban yang selalu mendampingi orang muda di setiap jamannya. Masing-masing era yang terdiri dari satu dekade selalu menonjolkan karakter yang aktual dan merepresentasikan situasi sosial, politik, dan budaya jaman itu. Tidak usah melihat ke belakang terlalu jauh, sebut saja flannel yang menjadi pakain wajib remaja di era 90an. Para pelaku kultur ini mencoba tampil ke permukaan untuk menegaskan kepada publik bahwa mereka ada dan melawan berondongan trend ala rockstar yang glamour dengan celana kulit dan rambut gondrongnya. Oh, betapa kasian para rocker itu. Pasti penisnya mengalami iritasi akibat ketatnya celana yang tak menyisakan ruang sirkulasi udara. Tapi, walaupun iritasi, “adik kecilnya”-nya ini tetap bisa beraksi untuk meniduri puluhan groupies setelah mereka tampil dalam konser. Benar-benar attitude rockstar sejati. Screw You!

Mengingat kembali ketika kakak-kakak tingkat saya mengenakan celana jeans robek, big-ass t-shirt, kemeja flannel kotak-kotak, sepatu converse lusuh, rambut agak gondrong acak2an, rasanya sudah tampil cool dan keren. Maklum saja, ketika itu saya masih asik main nintendo dengan permainan Mario Bros yang fenomenal itu. Game ajaib pada jaman saya itu seolah menjadi tingkatan paling mutakhir dalam dunia permainan saya. Ketika kakak-kakak tingkat saya mendengarkan Nirvana, saya masih mendengarkan lagu anak-anak Indonesia yang super konyol. Si lumba-lumba….bermain api….Si lumba-lumba….makan dulu…ah,pengalaman nonton sirkus aja bisa jadi hits.he.he.

Setelah browsing dengan memasukkan kata “grunge” di search engine, saya mendapat berbagai pencerahan.(thanks God, you’ve created a genius people who makes difficult things became easier,hell yeah). Rasanya ucapan ngawur Mark Arm, vokalis Green River sebelum bermutasi menjadi Mudhoney yang berkata “pure grunge,pure shit” untuk mendeskripsikan jenis musik band-nya telah membawa wacana baru tentang genre musik waktu itu. Lewat ucapan Mark itulah dikenal istilah Grunge Orang-orang lalu mendefinisikan musik ini dengan sebutan Grunge. Musik yang muncul di Seattle itu seolah menjawab kejenuhan anak muda Amerika dari bombardir musik glamrock ala Bon Jovi, Motley Crue, dan Guns n Roses. Siapa yang nggak kenal dengan band-band ini pasti sedang mengalami gangguan pendengaran akut :-). Band-band ini tampil dengan balutan celana kulit yang kelihatan bodoh dan konyol. Musik grunge pun dikenal luas, dari semula yang hanya mewabah secara nasional saja di Amerika, menjadi lagu wajib dengar bagi generasi muda di seluruh dunia. Grunge go international. Belum lagi kesuksesan luar biasa yang diraih album Nevermind yang terjual sekitar 10 juta kopi waktu itu, semakin membuat grunge menjadi kutul yang tidak bisa dilupakan di era 90an.

Ooh…ternyata fashion yang dikenakan kakak-kakak tingkat saya itu disebut fashion grunge. Fashion ini tentu saja tampil untuk melawan kenyamanan berpakaian kala itu. Rambut acak-acakan, celana jeans robek, tidak mandi sebulan adalah bentuk spirit anti-kemapanan kala itu. Apakah dengan tampil seperti itu, mereka sudah mengklaim diri mereka sebagai ikon perlawanan ? Awalnya memang seperti itu. Ketika Kurt Cobain, Eddie Vedder dan Kim Thayil tampil acak-acakan dan menjaga diri dari publikasi besar-besaran, muncul kesan rebel dan riot. Tersangka utama yang membuat fashion grunge menjadi ngetrend tentu saja adalah media massa. Setelah kematiannya yang kontroversial di tahun 1994, Kurt Cobain pun kini menduduki singgasana ikon pop culture bersama-sama dengan Norma Jean sebelum jadi seleb dan mengubah namanya menjadi Marylin Monroe.

Fashion yang terkait dengan musik dan mempengaruhi kultur, memang tak pernah lepas dari efek dramatis yang diciptakan media massa. Terobosan luar bisa yang bisa mengubah kultur berpakaian menjadi seragam dan terkesan keren adalah media. Ah, andai saja ada pemuda Indonesia yang bisa menciptakan peluang dikenal secara internasional karena tampil membawakan musik etnik yang di mix dengan electro dan tekno serta trance dan disco dengan mengenakan kemeja batik yang dipadupadankan dengan jeans belel, tatto dan piercing yang menawan. Kita tunggu saja kemunculannya.