Sunday, 8 June 2008

INTROSPEKSI


Imaji akan keberadaan sebuah sejarah penciptaan membuat saya mempertanyakan kakekat manusia. Untuk apa saya dan sampeyan ada di Indonesia ? Apa kita sekonyong-konyong muncul begitu saja menjadi manusia Indonesia? Kalau menurut sejarah, nenek moyang kita ini berasal dari Yunan, China selatan. Ngga usah berpikir terlalu jauh sampai membenturkan teori Darwin dengan sejarah manusia menurut agama formal. Ah, pertanyaan saya yang ngawur ini jangan terlalu ditanggapi. Saya dan sampeyan adalah manusia Indonesia, saya dalam kondisi sadar memahami bahwa saya adalah manusia Indonesia. Apa yang saya lakukan selama ini tetap menggunakan jati diri manusia Indonesia. Predikat ini kalau saya sadari membuat saya bangga. Bukannya saya sok nasionalis tetapi saya coba menempatkan diri di lingkungan geografis Indonesia. Saat ini saya sedang berada di bawah otoritas pemerintahan SBY-JK, sebagai warga negara atau rakyat yang saat ini sedang ‘menikmati’ harga bensin yang baru.

Rentetan peristiwa yang terjadi selama satu minngu ini membuat saya tegang, seperti nonton film action. Dimulai dengan insiden monas yang efeknya terus menggelinding seperti bola salju yang semakin besar dan menimbulkan empati publik. Publik menuntut agar FPI dibubarkan, pemerintah melalui aparat kepolisian ‘bertindak’ walau terlambat, untuk menjemput paksa anggota FPI bersama dengan ketuanya. Reaksi pro-kontra muncul pasca insiden monas, konflik horizontal antar sesama anak bangsa mungkin akan pecah. Tetapi kita berharap tidak demikian jadinya. Integritas nasional harus tetap dipertahankan di atas segala perbedaan. Kejadian-kejadian yang sudah didekonstruksi oleh televisi maupun media cetak itu mencuri perhatian saya dari kenaikan BBM. Beberapa pakar politik menyebut insiden monas sebagai ‘pengalihan isu’, jadi insiden itu bisa saja terjadi karena direncanakan. Ah, ada-ada saja ya…buktinya mana pak?

Melihat, mengamati lalu merasakan fenomena yang terjadi selama sepekan itu membuat saya ingin merenung. Diam, pikiran kemana-mana, bertanya pada diri sendiri, menjawab sendiri pertanyaan yang terngiang-ngiang selama ini. Saya lama sekali tidak merenung. Hiruk-pikuknya dunia, mobilitas orang-orang urban kontemporer yang selalu berkejaran dengan waktu, membuat saya lupa untuk merenung. Kalau menurut mbak Dewi Lestari, waktu yang paling nyaman untuk merenung adalah ketika kita gosok gigi. Yang ada cuma suara gesekan sikat dengan gigi, hiruk-pikuknya dunia di luar sana sama sekali tidak terdengar. Mulut terasa dingin karena pasta gigi dengan aroma mint, tak mampu berkata-kata. Pikiran kemana-mana, mulai menata ulang hari yang baru saja kita lewati.

Saya mulai menggugat kenyamanan berpikir. Selama ini saya berpikir : “Mikir yang nyata-nyata saja susah kok, ngapain sok mikir yang abstrak?”. Lha inilah yang disebut orang dengan berfilsafat. Mempertanyakan segala hal di luar kebenaran yang sudah menjadi konvensi publik. Plato mengatakan bahwa dunia sesungguhnya adalah dunia ide yang berisikan bentuk-bentuk ideal sebagai prototipe dunia empirik. Argumen itu ditolak muridnya, Aristoteles, yang mengatakan bahwa dunia empirik adalah kenyataan sesungguhnya dimana bentuk-bentuk ideal (esensi) tidak terlepas darinya. Walaupun Plato dan Aristoteles memiliki penjelasan yang berbeda tentang dunia sesunguhnya, mereka sepakat bahwa dunia sesungguhnya adalah tujuan aktivitas intelektual manusia. Saya lalu mencoba mengarungi medium yang penuh dengan centang-perenang makna Wah…rasanya seperti melambung tinggi…terlontar dari bangku taman. Ini yang membuat saya terlontar : ketika tatanan ekonomi dunia menyeret Indonesia pada sebuah logika pasar, apa yang ‘akan’ bisa kita lakukan ?

Ngomong-omang soal harga minyak dunia, sampai jumat kemaren (6/6) mencatat harga simultan. Lonjakan harga ini disebabkan adanya kekhawatiran akan munculnya konflik baru di timur tengah, menyusul komentar seorang pejabat tinggi Israel tentang serangan ke Iran. Sampeyan perlu tau, minyak jenis light sweet meningkat 10,75 dollar AS per barrel dan ditutup pada 138,54 dollar AS per barrel. Kenaikan ini dipicu melemahnya dollar AS setelah bank sentral Eropa menikkan suku bunga. Keaadaan ini diperparah dengan ungkapan wakil perdana menteri Israel Shaul Mofaz yang menegaskan akan menyerang Iran apabila tidak menghentikan program nuklirnya. Harga minyak dunia memang sedang melonjak. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi kita, manusia Indonesia. Selama ini pemerintah merasa masa bodoh dengan subsidi yang salah sasaran. Apa sampeyan rela, orang-orang yang punya mobil SUV ikut merayakan subsidi premium ? Apa sampeyan rela, orang yang tinggal kentut saja duitnya keluar, tetap mendapatkan subsidi ?

Fenomena yang jelas terjadi adalah orang-orang yang tidak masuk dalam kategori miskin masih menikmati subsidi BBM. Sebagian besar subsidi tersebut salah arah. Subsidi itu seharusnya murni diberikan kepada mereka yang untuk bertahan hidup saja susah. Sedangkan bagi pemilik mobil pribadi atau milik instansi pemerintah, pajaknya dinaikkan saja sampe 500 persen, misalnya. Jika kita anggap pajak 100 persen itu masuk ke Pendapatan Asli Daerah, 400 persen sisanya masuk APBN. Menurut sampeyan mungkin nggak? Menurut saya ini bisa jadi alternatif. Mekanisme untuk sistem pajak baru itu perlu disiapkan. Nah, dengan pajak yang tinggi, orang akan mikir untuk beli mobil. Infrastruktur transportasi massal perlu dibenahi, biar orang mulai bermobilitas menggunakan sarana transportasi massal ini. Kalau benar-benar diterapkan, pemerintah khan mendapat tambahan duit dari pajak mobil ini, jadi bisa mengkaji ulang kebijakannya menaikkan BBM. He.he. realistis sajalah mikirnya, apapun yang dituntut mahasiswa dalam setiap aksi demo selalu dianggap kentut sama pemerintah. Apapun yang terjadi, the show must go on. Kita harus tetap melanjutkan hidup dalam kondisi apapun. Mari kita bertahan dengan memikirkan alternatif agar bisa menekan konsumsi BBM, salah satunya dengan bersepeda ke tempat yang ngga terlalu jauh dari rumah. Kalo jauh ya naik angkot. Bersepeda di zaman ini lebih trendi daripada naik mobil lho.he.he.he