Friday 5 September 2008

Mbok ya puasa dulu to pak....


Seseorang yang dituduh korupsi, melakukan penyuapan, masih bisa tampil di sidang dengan dandanan menor, senyum sana-sini, dan dari balik penjara bisa mengatur perkara. Ini karena tidak ada efek jera dari koruptor.Ketika guru menyatakan bahwa korupsi itu haram dan melawan hukum, tetapi apa yang dilihat oleh anak-anak dalam praktik kehidupan sehari-hari? Ya, mereka bisa dengan mudah menyaksikan dengan mata telanjang betapa nikmatnya hidup menjadi koruptor. Hukum menjadi tak berdaya untuk menjerat mereka. Bahkan, mereka bisa bebas melenggang pamer kekayaan di tengah-tengah jutaan rakyat yang menderita dan terlunta-lunta akibat kemiskinan yang menggorok lehernya. Ironisnya, tidak sedikit koruptor yang justru merasa bangga ketika mereka bisa mempermainkan hukum. Jika keadaan mendesak, mereka bisa pasang jurus “sakit pura-pura”. Ketika guru mengajak anak-anak untuk melestarikan dan mencintai lingkungan hidup, apa yang mereka saksikan? Ya, para pembalak dan preman-preman hutan ternyata juga sama saja alias sami mawon.
Hukum seolah-olah telah lumpuh dan tak sanggup menjamah mereka. sebab selama ini para koruptor justru bisa nampang dan senyum-senyum di depan kamera. Hal ini memunculkan image (citra) di depan masyarakat bahwa koruptor itu masih bisa bersenang-senang.Yang membuat prihatin, para koruptor tampil perlente, menor, dan membuat citra koruptor masih bisa tebar-tebar senyum.Semoga saja dengan diberi pakaian khusus, para koruptor akan menjadi malu. Rasa malu ini sangat penting untuk menghilangkan korupsi.Korupsi adalah kasus amat terencana, rapi, dan sistematis dan sering dilakukan oleh orang-orang terpelajar.Sama halnya dengan tikus, koruptor harus diberantas. Ia amat merusak dan membahayakan kehidupan kita berbangsa. Namun, menangkap koruptor amatlah sulit. Terlebih manakala korupsi sudah pula menjadi praktik keseharian aparat peradilan.Mafia peradilanlah yang justru mengatur alur penyelewengan hukum agar para koruptor terlepas dari jerat-jerat keadilan. Mafia peradilanlah, dengan para koruptor, yang akhirnya melahirkan mafia koruptor. Maka, diperlukan inisiatif cerdas dan tegas untuk mendobrak kesolidan mafia koruptor. Inisiatif itu harus disusun terencana, rapi, sistematis, dan pada akhirnya menjebak agar sang tikus koruptor tidak berkutik.
Nilai-nilai luhur hakiki yang disemaikan di sekolah benar-benar harus berhadapan dengan berbagai “penyakit sosial” yang telah berhamburan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.Lha terus gimana? Haruskah kita sebagai orang dewasa ikut-ikutan bersikap permisif dan membiarkan anak-anak larut dalam imaji amoral dan anomali sosial seperti yang mereka saksikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat? Haruskah gambaran tentang citra koruptor dan pembalak hutan yang hidup bebas dan lolos dari jeratan hukum itu kita biarkan terus berkembang dalam imajinasi anak-anak bangsa negeri ini? Gampangnya kata, haruskah anak-anak kita biarkan bermimpi dan bercita-cita menjadi koruptor dan pembalak hutan?
Dihukum susah, dipermalukan susah, diapakan ya enaknya? Mudah-mudahan di bulan ini muncul kesadaran dan keikhlasan yang mendalam terhadap makna puasa yang akan menjadikan seseorang tidak berani melakukan korupsi. Puasa dapat menjadi awal mula pemberantasan korupsi. Dengan tidak melakukan korupsi selama sebulan, diharapkan menumbuhkan kesadaran agar tak melakukannya di bulan lain.Apakah puasa benar-benar bisa menghilangkan “keberanian” para pejabat untuk melakukan korupsi?Kalau puasa yang mereka laksanakan benar-benar ikhlas, mungkin ada harapan korupsi akan terentaskan. Akan tetapi, kalau mereka berpuasa asal-asalan saja, tidak akan mengubah watak mereka yang sudah terjangkiti “keberanian” untuk melakukan tindak korupsi.

1 comment:

Andri Journal said...

Ya begitulah kalo uang dah jd raja..Apa2 bisa dibeli,mulai dari polisi,jaksa,hakim..sampai sipir penjara..Trus jadinya orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang..Yah,semuanya mulai dari diri sendiri mas..Semoga kita termasuk orang2 yg mendapatkan petunjuk ke jalan yg benar..Amiin.