Teman-teman, kalo judul tulisan diatas diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira akan berbunyi : masyarakat pesolek. Hal ini membuat saya tertarik, karena saat ini masyarakat kita mulai tumbuh menjadi masyarakat pesolek di tengah-tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Ha.ha. kok bisa ya ? Apa sih yang nggak bisa dilakukan masyarakat kita ?
Masyarakat konsumen Indonesia mutakhir tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya yang disebut shopping mall, industri waktu luang, industri mode, industri kuliner, industri kecantikan bahkan sampai gosip pun jadi industri. Serbuan gaya hidup melalui iklan dan TV memang sangat cepat merubah perilaku masyarakat kita. Serbuan itu tanpa kita sadari telah sampai pada ruang-ruang kita yang paling pribadi sekalipun.
Globalisasi industri media dari luar negeri dengan modal besar mulai marak masuk ke tanah air sejak akhir 1990an. Serbuan majalah-majalah mode dan gaya hidup transnasional menawarkan gaya hidup yang sulit terjangkau bagi masyarakat dunia ketiga seperti masyarakat Indonesia kita ini. Majalah yang mempunyai segmen pembaca dari kalangan menengah atas ini menanamkan nilai, cita rasa dan gaya hidup yang glamour. Begitu pula dengan berkembangnya industri penerbitan yang diperuntukkan bagi orang muda. Majalah-majalah yang menjadi tuntunan mode kawula muda itu menjadi lahan yang sangat subur untuk persemaian gaya hidup. Target utama majalah-majalah itu adalah para ABG (Anak Baru Gede) yang identik dengan kegelisahan mencari identitas dan citra diri. Isi majalah itu tentu saja penampilan ikon-ikon yang mewakili gaya hidup kaum muda seperti perkembangan fashion, problema gaul, tips dan trik pacaran, referensi tempat untuk shopping, review band-band yang membawakan musik populer dan tentu saja gadge-gadget yang pantas dimiliki agar terkesan remaja hi-tech. Tapi yang pasti, penampilan ikon-ikon ini ikut membentuk budaya kawula muda (youth culture) yang berorientasi pada gaya hidup fun!
Dalam abad gaya hidup ini, penampilan adalah segalanya. Erving Goffman dalam The Presentation Of Self In Everyday Life (1959) mengemukakan bahwa kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang diritualkan, yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach). Kita bertindak seolah-olah di atas sebuah panggung. Bagi Goffman,berbagai penggunaan ruang, barang-barang, bahasa tubuh ditampilkan sebagai ritual interaksi sosial dan tampil untuk memfasilitasi kehidupan sehari-hari. Ketika gaya menjadi segala-galanya dan segala-galanya adalah gaya, maka perburuan penampilan dan citra diri juga akan masuk dalam permainan konsumsi. Itulah sebabnya mungkin orang sekarang perlu bersolek atau berias diri.
Tak usah dijelaskan lagi mengapa tidak sedikit pria dan wanita modern yang perlu tampil beda, modis, necis, perlente dan dandy. Kini gaya hidup demikian bukan lagi menjadi monopoli artis, selebritis dan model yang sengaja mempercantik diri untuk tampil di panggung hiburan. Tampaknya urusan bersolek tidak lagi menjadi milik wanita, tetapi kaum pria pun merasa perlu tampil dandy. Urusan tampang atau wajah kini menjadi persoalan serius dalam perbururuan kecantikan dan untuk selalu tampil menjadi yang tercantik atau tertampan, tidak hanya di panggung hiburan, tapi juga dalam hidup sehari-hari. Jadilah kita menjadi masyarakat pesolek (dandy society).
Thursday, 4 October 2007
The Dandy Society
Posted by suarahimsa at 09:49
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Mengenai lelaki pesolek, salah satu kawan kita yang pejantan tambun itu, kemaren dia rasan2 mau facial di salon...hahahaha...nampaknya kawan kita itu pengen dimasukkan dalam The Dandy Society...
Tapi jujur saja, saya juga suka menikmati produk dari masyarakat pesolek tadi di Mall atau bahkan dikampus kita sendiri,hehehe...
welcome to the world of image, my brother..kita didikte oleh media bahwa untuk menjadi seorang punk haruslah berkaos Ramones, jeans belel dan boots..saya juga anda pasti setuju bahwa kita tetap bisa punk walau bertelanjang bulat..
tapi itulah hidup, survival of the fittest..fashion hanyalah setipis benang
'they got the style, but ain't got the soul'
Poser ada di mana-mana, dan menjadikan dunia ini makin seragam saja. Huh, sudah hilangkah para feminis yang konservatif itu?
Post a Comment