Thursday 27 September 2007

AHIMSA for Social Change


"The weak can never forgive. Forgiveness is attribute of the strong"

-Mohandas K. Gandhi-

Akhir-akhir ini di Myanmar terjadi pergolakan menentang junta militer. Ribuan bhiksu turun ke jalan melakukan longmarch dan berdoa menentang pemerintahan junta militer yang menetapkan kebijakan kenaikan harga minyak 500 persen Agustus lalu. Para bhiksu bersepakat menolak derma dari orang-orang yang berhubungan dengan pejabat junta militer. Pada 19 Agustus, demonstrasi damai dimulai oleh beberapa aktivis namun hasilnya malah tindakan kelewat tegas dari aparat keamanan, bahkan 100 orang lebih ditahan. Aksi tidak berhenti , justru semakin menguat dengan dukungan dari ribuan bhiksu dan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi . Masyarakatpun mendukung para bhiksu yang dianggap masih mampu menyuarakan nasib mereka akibat pemerintahan junta militer yang menindas. Aksi-aksi yang digelar selama 10 hari terakhir melibatkan ribuan masyarakat yang turun ke jalan untuk melakukan longmarch dan berdoa di beberapa pagoda. Aksi protes itu juga telah meluas di tujuh provinsi di Myanmar.


Namun padai Rabu, 26 September kemarin represi dari aparat militer semakin meningkat pula. Setelah mengeluarkan larangan protes , aparat mulai melakukan tindakan-tindakan represif dengan menangkap, melepaskan gas air mata dan menembaki para demonstran dan bhiksu yang berdoa di pagoda Shwedagon dan Sule. Empat orang tewas dan lebih dari 100 orang cedera. Peristiwa ini mengingatkan banyak orang pada kejadian tahun 1988 di Myanmar , dimana militer menembaki para demonstran (mahasiswa dan bhiksu) secara membabi buta hingga menewaskan lebih dari 3000 orang.


Peristiwa ini mungkin baik sebagai sarana pembelajaran kita tentang gerakan aktif tanpa kekerasan. Bagi saya , peristiwa ini semakin menegaskan kenyataan bahwasanya kekerasan adalah SATU-SATUNYA cara rejim yang menindas melanggengkan kekuasaannya. Dengan kekerasan diharapkan mereka yang menentang menjadi takut dan diam. Dengan kekerasan diharapakan mereka setiap orang menjadi jera.Memang sedemikian sederhana logika kekerasan . Yang ditindas tidak akan melawan atau justru melawan dengan cara yang sama. Yang dengan begitu akan menjadi pembenaran bagi rezim penindas untuk melakukan kekerasan yang skalanya lebih besar. Di sinilah daya juang penggerak aktif tanpa kekerasan mendapatkan tempatnya.

Maka , sembari memprihatinkan dan berjuang memperbaiki situasi di negeri kita yang masih berlepotan dengan tindakan kekerasan,mari berdoa juga untuk saudara-saudara kita di Myanmar.

Salam


1 comment:

deFranco said...

Hari ini saya baca berita di koran yang dikampus kita cuma seribu itu, bahwa junta militer myanmar udah negasin mundur ato mati pada para demonstran. Edan ra bro...kalo gini bakal ada tragedi tiananmen edisi 2. Bener katamu kalo satu2nya cara rezim melanggengkan kekuasaan adalah pake cara kekuasaan.