Tuesday, 18 September 2007

Yang Nebang Pohon = Katro

Sampeyan pasti bertanya – tanya, apa maksud judul tulisan ndak penting ini. Tulisan ini saya lihat terpampang di salah spanduk yang dipasang di taman kota di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, tentu saja melalui berita sore di TV(Suara Anda, Metro TV, jam 18.30, Selasa 18 September 2007 ) Yup, kadang saya benci TV tetapi ngga bisa benar – benar benci. He.he. Yang nebang pohon = Katro. Tulisan di spanduk ini merupakan bentuk perlawanan warga atas kebijakan pemerintah kota Jakarta yang akan membangun jalur busway di jalur hijau. Bayangkan saja, butuh berapa tahun untuk melihat pohon yang menjadi filter udara kota Jakarta itu jika ditebang. Lha wong pohon itu umurnya mungkin sama dengan umur saya. Alasan yang kadang tidak logis menurut saya, bahwa dengan adanya jalur busway akan mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Sampeyan coba cermati iklan – iklan sepeda motor dan mobil di media massa yang merayu kita agar membeli produk kendaraan tersebut. Apakah hal ini tidak akan memicu masyarakat untruk terus – menerus menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian dan melakukan mobilitas ? Berapapun koridor busway yang akan dibangun, tetap tidak bisa mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Lha wong konsumsi mobil pribadi aja terus meningkat, bukannya berkurang. Sama saja to ?
Ungkapan katro sebenarnya kalo kita tujukan buat diri kita tampaknya relevan. Bukan cuma kepada pejabat pemerintah yang membuat kebijakan. Bumi kita ini semakin panas saja. Setiap jantung kehidupan dimulai, di situ ada mobilitas, yang tentu saja akan ada residu dari mobilitas itu berupa CO2. Bayangkan, berapa banyak orang di dunia ini bernafas dan mengeluarkan residu berupa korbon dioksida. Belum lagi, sampeyan lihat berapa puluh kendaraan bermotor yang berada di daerah jangkauan mata anda setiap harinya yang menghasilkan karbon monoksida. Residu atau polutan itu akan terakumulasi di awan yang menyebabkan panas matahari terjebak. Inilah yang disebut efek rumah kaca ato istilah kerennya glass house effect, trus mengakibatkan global warming. Nah, kalo pohon – pohon di jalur hijau itu ditebang maka sampeyan sudah tau konsekuensi yang akan kita rasakan bersama – sama. Hal ini semakin memperparah kondisi paru – paru dunia yang semakin keropos karena ulah manusia. Lha wong setiap menit aja jumlah pohon yang hilang dari muka bumi ini hampir sama dengan lapangan golf kok… Huah, panasnya minta ampun. Dengan begini, kosmetik yang mengandung tabir surya akan laris manis seperti kacang goreng. Begitu juga dengan dokter spesialis kulit dan kelamin (SpKK), yang akan kebanjiran pasien karena kulitnya terkena radiasi sinar UV.
Industri sebenarnya memberikian kontribusi positif dalam kehidupan manusia, tetapi kalau kata industri ditambahi embel – embes isasi menjadi industrialisasi maka akan lain lagi ceritanya. Industrialisasi memang tidak memanusiakan manusia, apalagi terhadap alam. Bayangkan saja, demo buruh hampir menjadi berita wajib di media massa. Hal ini menunjukkan bahwa bukan alam saja yang dieksploitasi secara besar – besaran. Di mata kaum industrialis, semua barang dan benda menjadi komoditas, baik teknologi, gaya hidup, musik, fashion, bahkan rasa takut dan kekerasan pun menjadi barang dagangan yang layak dijual. Lha wong manusia yang punya rasa sakit dan akal pikiran saja tereksploitasi apalagi alam ? Sekali lagi, selamat datang ke ranah katrokologi. Saya, Sampeyan, Para Pejabat, Industrialis sudah patut menyandang predikat Katro dalam menyikapi alam yang semakin rusak ini. Hidup Mas Thukul.he.he.

No comments: