Sampeyan pasti pernah membaca tulisan ”Pemulung Dilarang Masuk” di depan gang – gang perumahan di sekitar tempat tinggal sampeyan. Apa yang terlintas di benak sampeyan ketika anda menemui seorang pemulung? Saya sering menganggap bahwa pemulung itu adalah orang yang kotor. Baik kotor pekerjaannya bahkan kotor tingkah lakunya. Saya sebut kotor pekerjaannya karena berhubungan dengan sampah. Sisa–sisa barang yang kita konsumsi, termasuk plastik dan kertas, tentu akan kita buang dalam tempat sampah. Bagi pemulung sampah ini memiliki nilai jual. Mereka rela mengaisnya dari tempat sampah lalu dikumpulkan untuk dijual kembali kepada pengepul. Alasan kedua, saya menyebut pemulung kotor tingkah lakunya, karena pakaian mereka compang camping, bergelut dengan sampah bahkan kadang mereka sering mengambil barang yang tidak seharusnya mereka ambil, dikarenakan barang tersebut belum berada dalam tempat sampah. Maka wajar saja, kalo ada beberapa pemulung yang tertimpa bogem mentah dari satpam perumahan elit karena dianggap mengambil barang yang bukan menjadi haknya, karena barang tersebut belum berada dalam tempat sampah. Tindakan preventif terhadap gangguan pemulung, biasanya diekspresikan dalam plang atau papan yang berada di mulut – mulut gang.
Kalo kita cermati bersama, dulu zaman orde baru, pernah ada gerakan yang bernama gerakan bersih lingkungan. Bahkan beberapa kota mempunyai julukan yang menunjukkan eksistensi kota tersebut dalam gerakan bersih lingkungan. Misalnya : Solo Berseri, Yogya Berhati Nyaman, Klaten Bersinar, Sukoharjo Makmur, Boyolali Tersenyum, Wonogiri Sukses dan lain sebagainya. Yang paling saya ingat adalah slogan kota Solo : Solo Berseri (Bersih,Sehat,Rapi,Indah). Konsep bersih lalu dipakai pemerintah untuk mengorganisasi kampanye dan memperindah lingkungan. Salah satu momentumnya adalah ketika sebuah kota sudah mendapatkan penghargaan berupa Adipura, maka kota itu dianggap berhasil dalam mengorganisir kebersihan lingkungannya.
Konsep bersih tidak hanya mengubah penampilan fisik saja, tetapi juga menciptakan satu penampilan baru yang terlihat seragam dan tertata rapi. Segala sesuatu yang tidak cocok akan segera dieleminasi. Tindakan itu dapat kita lihat melalui : penertiban PKL, penggusuran daerah kumuh, pemulung dilarang memasuki lingkungan perumahan. Dalam kasus tersebut orang miskin dijadikan sasaran pembersihan karena lingkungan yang kotor, dianggap masih bodoh dan belum maju. Oleh karena itu, layak dibersihkan agar bisa menjadi bagian dari negara Indonesia Modern. Pemulung seringkali ”dituduh” sebagai pembuat ketidaknyamanan lingkungan sosial. ”Tuduhan” itu termanifestasikan dalam plang bertuliskan PEMULUNG DILARANG MASUK.
Ironis memang, ketika kita berbicara mengenai pencurian, kadang orang-orang yang mempunyai masalah dengan pencurian uang negara (baca : koruptor) bebas melenggang ke luar negeri. Apalagi yang terkait masalah BLBI, kini menjadi konglomerat di negara tetangga kita dan seolah kebal terhadap hukum. Mengapa plang di mulut – mulut gang itu tulisannya tidak diganti dengan KORUPTOR DILARANG MASUK? Hmmm saya rasa lebih pantas demikian, karena tingkah laku para koruptor memang jauh menjijikkan daripada pemulung yang setiap hari bergelut dengan sampah. Seharusnya ada semacam penyadaran publik, bahwa yang menjadi sampah masyarakat itu bukanlah pemulung, melainkan para koruptor itu.....Bagaimanapun juga, profesi sebagi pemulung jauh lebih bermartabat daripada koruptor.
Tuesday, 18 September 2007
(Kenapa)Pemulung Dilarang Masuk
Posted by suarahimsa at 22:19
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Absolutely agree with ur opinion...koruptor amat sangat lebih menjijikkan daripada pemulung...pemulung jelas2 ngambilin barang yang udah gak kepake/sampah...lha koruptor???
Pemulung yang maling dan koruptor itu tiada beda. Keduanya sama2 ngecu.
Post a Comment